TABANAN, Balipolitika.com– PT Wooden Fish Village, perusahaan di balik mega proyek Nuanu City memberikan jawaban terkait gugatan PT Semesta Konstruksi Persada ke Pengadilan Negeri Tabanan, Kamis, 20 Februari 2025.
Merespons gugatan bernomor perkara 80/Pdt.G/2025/PN Tabanan, Direktur PT Wooden Fish Village, Novi Dwi Jayanti menjawab Nuanu City sudah memenuhi seluruh kewajiban sesuai dengan perjanjian konstruksi, termasuk pembayaran kepada PT. Semesta Konstruksi Persada selaku kontraktor.
“Kami tegas berpegang pada fakta bahwa PT Wooden Fish Village (Nuanu City, red) telah memenuhi seluruh kewajiban sesuai dengan perjanjian konstruksi, termasuk pembayaran kepada PT. Semesta Konstruksi Persada (kontraktor). Namun, kontraktor gagal memenuhi kewajibannya yang mengakibatkan keterlambatan konstruksi dan kerugian finansial bagi kami, ditambah dengan kerusakan reputasi terhadap kami atas yang dilakukan kontraktor dengan pemberitaan ini,” ucap Novi Dwi Jayanti kepada Balipolitika.com, Senin, 24 Februari 2025.
Imbuh Novi Dwi Jayanti, pihaknya telah mengambil langkah hukum dengan mengajukan laporan resmi ke Polda Bali.
“Namun. kami percaya pada sistem hukum di Indonesia untuk memberikan kejelasan dalam perkara ini. Oleh karena itu, kami telah mengambil langkah hukum dengan mengajukan laporan resmi ke Polda Bali sebagai upaya kami mencari keadilan. Prioritas kami tetap pada penyelesaian proyek-proyek berkualitas tinggi dengan integritas serta memastikan keadilan dalam setiap transaksi bisnis,” tutup Novi Dwi Jayanti.
Diberitakan sebelumnya, PT Wooden Fish Village digugat PT Semesta Konstruksi Persada.
Gugatan ini diajukan ke Pengadilan Negeri Tabanan pada Kamis, 20 Februari 2025 oleh Jimmi Jefri Daniel Saragih, salah satu kuasa hukum penggugat.
PT Semesta Konstruksi Persada menuntut pembayaran atas sejumlah pekerjaan konstruksi yang telah dilakukan tetapi belum dibayar oleh tergugat.
PT Semesta Konstruksi Persada menggugat PT Wooden Fish Village atas dugaan perbuatan melawan hukum terkait beberapa perjanjian kontrak kerja sama.
Gugatan ini mencakup beberapa proyek utama seperti proyek Ifarm dan Willow yang terdiri dari konstruksi arsitektural, struktur, elektrikal, serta drainase.
”Sejumlah pekerjaan tambahan (variation order) yang disebut telah disepakati tetapi tidak mendapatkan kejelasan pembayaran,” kata Jimmi, Kamis, 20 Februari 2025.
Dalam dokumen gugatan sebagaimana yang disampaikan Jimmi disebutkan bahwa nilai tunggakan yang belum dibayarkan mencapai Rp5,32 miliar.
Beberapa proyek yang menjadi dasar klaim ini meliputi Proyek Willow Structural senilai Rp1,54 miliar, Proyek Willow Architectural senilai Rp90,9 juta, Variation Order Structural senilai Rp 1,80 miliar, Proyek Ifarm senilai Rp 1,26 miliar, dan pengembalian dana dari Agus Noble senilai Rp 610 juta.
Selain itu, PT Semesta Konstruksi Persada juga mengklaim adanya intervensi teknis yang menyebabkan keterlambatan pekerjaan serta perubahan dalam kesepakatan penggunaan material yang berdampak pada biaya tambahan.
Dalam gugatan ini, penggugat menyoroti beberapa hal yang dianggap sebagai pelanggaran kontrak, termasuk keterlambatan dalam pembayaran selama delapan bulan tanpa kepastian.
Ada juga perubahan spesifikasi teknis yang tidak sesuai dengan kesepakatan awal hingga tuduhan yang tidak berdasar terhadap penggugat terkait tindakan ilegal dan korupsi.
Kasus ini semakin memanas dengan adanya tuduhan pencemaran nama baik terhadap PT Semesta Konstruksi Persada.
Penggugat mengklaim bahwa CFO PT Wooden Fish Village, Mickael Maxant, telah menyebarkan informasi yang merugikan reputasi perusahaan dalam grup WhatsApp internal dan pertemuan proyek.
Atas dasar gugatan ini, PT Semesta Konstruksi Persada menuntut pembayaran total sebesar Rp30,32 miliar, yang terdiri dari kerugian material sebesar Rp5,32 miliar akibat tunggakan pembayaran proyek.
Sedangkan kerugian immateril sebesar Rp25 miliar akibat terganggunya operasional dan reputasi perusahaan.
Selain itu, penggugat juga meminta agar aset PT Wooden Fish Village disita untuk menjamin pelaksanaan putusan hukum jika gugatan dikabulkan.
“Kerugian immateriil yang diderita klien kami berupa hilangnya pekerjaan karena perusahaan tidak dapat berfungsi kembali untuk memutar modal pekerjaan proyek selanjutnya; banyak waktu dan terkurasnya pikiran yang tidak ternilai harganya yang di dalam gugatan ini penggugat mengalami kerugian sebesar Rp25.000.000.000. Maka sepatutnya tergugat dihukum untuk mengganti kerugian materiil dan immateriil sejumlah Rp30.320.909.122 dan bilamana pihak tergugat tidak mampu untuk membayar, maka pihak yang lainnya akan menutupi kewajiban tersebut dan wajib dibayar tunai pada saat putusan perkara ini diucapkan dan mempunyai kekuatan hukum tetap,” tegas Jimmi. (bp/tim)