Ilustrasi: Handy Saputra
KE JALUR SEPEDA
Konflik mesti dijauhi, seperti
kekasih—cinta yang menyebalkan itu
dan pagi ini, lupakan
Ke jalur sepeda mengikuti markah jalan
oksigen di hijau daun,
yang mengecup matahari
aku akan mendaki tanjakan, turun
di jalan berbatu
sadel yang makin tua, terbatuk
membaca:
u u
s s
i i
a , a
perjalanan, kehidupan.
Indramayu, 2021
DI SEBUAH JPO
Para penyeberang telah melintas
membuat cerita di kepala
pada sebuah tangkapan layar CCTV, hanya lorong
di atas sebuah jalan raya yang ramai
yang tak dikenali, lanskap itu
Di JPO itu akan berpapasan masa lampau
dan seseorang yang amnesia
pada ingatannya sendiri, berhenti
menatap pusat perbelanjaan
yang tak melihat, interval pohon palem
Sebelum sampai ke tangga terakhir,
kisah-kisah itu menuju
ke episode yang tak pernah dilupakannya
menyentuh melankoli dan sajak
di perhentian bus: naik dan memilih melupakan lagi
Indramayu, 2021
TUKANG FOTO
Mengambil momen pada suatu peristiwa, waktu
yang diam menahan kenangan.
Tanganmu bekerja seperti puisi bekerja,
membuat gambar—menangkap cahaya,
kelebat bayang di titik optik:
sebuah frame.
Aku tahu di sana ada ribuan fragmen,
melekat di kertas foto,
putih dan kosong,
riwayat banyak hal yang tak henti-henti tersimpan.
Cahaya-cahaya, warna dan warna
menceritakan,
waktu yang lampau dan berbicara padaku.
Indramayu, 2021
BUKU BON
Anak-anak setiap hari menuliskan utang
di buku bon
dan ibu, bukan penagih ulung
dan ayah, tidak menegur
sekalipun jatuh tempo. Ada banyak waktu:
sepanjang hayat—membayar.
Tapi, tanpa kau ketahui
(ayah
dan
ibu)
telah membakarnya:
untuk lembar-lembar, coretan dan
setumpuk janji pelunasan
yang tak kau ingat.
Indramayu, 2021
CLUSTER
Di ujung cluster, Tuhan memberi
sepetak rumah kredit
dan sebentang kebahagiaan yang tak cukup, bagimu.
Di samping jendela yang tak pernah dibuka,
tampak galian—mirip liang kubur.
Sebab jika hujan turun, akan lahir
kolam ikan:
Ikan baru, dari sungai purba
—yang bertelur tiap hari.
Melompat ke pasar kumuh di belakang kantor perumahan.
Ada hujan malam itu,
bukan mengalir ke kolam.
Di meja, tumpukan
surat tagihan yang tak mampu kaubaca.
Dan ikan-ikan itu mati sekarat
dalam duka cita
yang tak pernah memelukmu.
Indramayu, 2021
=================================
Biodata
Faris Al Faisal lahir di Indramayu, Jawa Barat. Bergiat di Komite Sastra, Dewan Kesenian Indramayu (DKI) dan Lembaga Kebudayaan Indramayu (LKI). Namanya masuk buku “Apa dan Siapa Penyair Indonesia” Yayasan Hari Puisi. Pada “World Poetry Day March 21” menuntaskan 1 Jam Baca Puisi Dunia di Gedung Kesenian Mama Soegra Dewan Kesenian Indramayu (2021). Puisinya mendapat Hadiah Penghargaan dalam Sayembara Menulis Puisi Islam ASEAN Sempena Mahrajan Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara ke-9 Tahun 2020 di Membakut, Sabah, Malaysia, Juara 1 Lomba Cipta Puisi Anugerah RD. Dewi Sartika dan mendapat Piala bergilir Anugerah RD. Dewi Sartika, Bandung (2019), mendapatkan juga Anugerah “Puisi Umum Terbaik” Disparbud DKI 2019 dalam Perayaan 7 Tahun Hari Puisi Indonesia Yayasan Hari Puisi, dan pernah Juara 1 Lomba Cipta Puisi Kategori Umum Tingkat Asia Tenggara Pekan Bahasa dan Sastra 2018 Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tersiar pula puisi-puisinya di surat kabar Indonesia dan Malaysia. Buku puisi keduanya “Dari Lubuk Cimanuk ke Muara Kerinduan ke Laut Impian” penerbit Rumah Pustaka (2018). Email ffarisalffaisal@gmail.com, Facebook www.facebook.com/faris.alfaisal.3, Twitter @lfaisal_faris, IG @ffarisalffaisal.
Handy Saputra lahir di Denpasar, 21 Februari 1963. Pameran tunggal pertamanya bertajuk The Audacity of Silent Brushes di Rumah Sanur, Denpasar (2020). Pameran bersama yang pernah diikutinya, antara lain Di Bawah Langit Kita Bersaudara, Wuhan Jiayou! di Sudakara Artspace, Sanur (2020), Move On di Bidadari Artspace, Ubud (2020), pameran di Devto Studio (2021), pameran Argya Citra di Gourmet Garage (2021). Instagram: @handybali.