BADUNG, Balipolitika.com– Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Prof. Yusril Ihza Mahendra melontarkan pernyataan menukik saat memberikan sambutan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Perhimpunan Advokat Indonesia bertema “Penguatan Peradi sebagai State Organ dan Satu-satunya Organisasi Advokat Indonesia” di InterContinental Bali Resort, Jimbaran, Kamis, 5 Desember 2024.
Advokat, akademisi hukum tata negara, politikus, dan salah seorang tokoh pemikir serta intelektual Indonesia itu mengatakan bahwa Peradi merupakan satu-satunya organisasi advokat di tanah air.
Yusril Ihza Mahendra menyebut dirinya berkomitmen menghadirkan pembaharuan; tak hanya dalam tataran norma-norma hukum, melainkan reformasi terhadap aparatur penegak hukum, lembaga-lembaga hukum, serta sarana prasarana hukum.
“Kita telah mempunyai peraturan perundang-undangan yang jelas terkait dengan aparatur penegak hukum yang dimiliki oleh negara. Pada saat itu (tahun 2005, red) kami juga melakukan reformasi pemisahan TNI/Polri, membentuk undang-undangnya, menyusun undang-undang kejaksaan, juga mengambil suatu langkah yang sudah cukup lama diupayakan tapi tidak berhasil, yaitu memisahkan antara perundangan personil, administratif, keuangan para hakim dan kewenangan pengangkatan, pengawasan, dan tugas dan wewenang para hakim dari Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia,” ungkap Yusril Ihza Mahendra.
Walau gagal dalam hal tersebut, Yusril Ihza Mahendra merinci berhasil merampungkan UU Jabatan Notaris, UU Kepolisian, UU TNI, UU tentang Perbaikan UU tentang Kekuasaan Kehakiman, dan UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Goal tersebut tercapai berkat kolaborasi pemerintah dengan para advokat, salah satunya almarhum Adnan Buyung Nasution.
“Cukup banyak poin-poin penting yang diatur di dalamnya dan salah satu pengaturannya adalah tentang organisasi advokat, sejumlah tugas dan kewenangan, dan yang paling penting juga adalah penegasan di dalam aturan peradilan bahwa 8 organisasi advokat akan bersama-sama membentuk organisasi advokat yang kita jadikan sebagai satu-satunya organisasi advokat. Sudah beberapa kali UU Advokat ini diuji di Mahkamah Konstitusi. Berapa kali juga digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara, tapi Keputusan Mahkamah Konstitusi tetap konsisten menyatakan bahwa profesi advokat itu sangat penting. Mereka (advokat, red) adalah penegak hukum yang mempunyai kedudukan sejajar dengan aparat penegak hukum yang diangkat oleh negara: polisi, jaksa, hakim, dan petugas pemasyarakatan,” jelas Yusril Ihza Mahendra.
Imbuhnya, advokat adalah penegak hukum yang sebelumnya diangkat oleh oleh Menteri Kehakiman atas nama negara.
Lahirnya UU Nomor 18 Tahun 2003, fungsi tersebut dialihkan kepada organisasi advokat, yakni Peradi.
Keputusan Mahkamah Konstitusi tegas Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa Peradi adalah stakeholder negara.
“Peradi adalah perwakilan negara. Kenapa disebut demikian? Oleh karena tugas untuk mengangkat, melakukan pembinaan, pemberhentian, dan sanksi terhadap advokat yang sebelumnya dimiliki oleh negara melalui Menteri Kehakiman dialihkan kepada Peradi. Karena itu, Peradi memainkan peran sebagai semi negara yang berwenang mengangkat, memberikan sanksi, memberhentikan, melakukan pendidikan, rekrutmen, dan sebagainya dari para advokat yang telah kita sepakati bersama-sama,” tandas Yusril Ihza Mahendra.
Yusril Ihza Mahendra menggarisbawahi bahwa banyak pihak sering salah mengerti terkait organisasi profesi dan seolah-olah menyamakannya dengan organisasi-organisasi yang lain.
Banyak pihak mengenal sistem perkumpulan yang hingga detik ini masih tetap berlaku; termasuk undang-undang tentang organisasi kemasyarakatan alias ormas serta undang-undang yayasan plus undang-undang partai politik di mana seluruhnya mengatur tentang organisasi.
“Sampai hari ini memang kita sadari bersama bahwa negara ini belum mempunyai undang-undang tentang organisasi profesi. Kenapa saya katakan demikian? Sebab organisasi profesi berbeda dengan ormas, berbeda dia dengan yayasan, berbeda dengan perkumpulan, apalagi dibandingkan dengan partai politik, jauh sekali perbedaannya. Organisasi profesi itu terbatas anggotanya, hanya orang-orang yang memiliki profesi itu saja yang bisa menjadi anggota organisasi profesi. Beda dengan ormas,” tegasnya sembari menekankan bahwa organisasi profesi berbeda dengan organisasi-organisasi lain karena terikat pada ketentuan-ketentuan yang tepat, kode etik, punya dewan kehormatan yang bisa memberikan sanksi pelanggaran kode etik.
Pungkas Yusril Ihza Mahendra, undang-undang organisasi profesi diatur dalam undang-undang yang spesifik, salah satunya UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat.
“Advokat diatur dalam undang-undang advokat. Dan kita di tahun 2003 itu punya kesepakatan ingin membentuk satu organisasi advokat. Delapan organisasi yang pada waktu itu ada sebelum organisasi advokat itu terbentuk, pada tahun 2025, 2 tahun kemudian barulah Peradi sebagai organisasi advokat yang dimaksud oleh UU 18 Tahun 2003. Jadi dia (Peradi, red) organisasi profesi,” ungkapnya.
Di lain pihak, sang menteri menilai organisasi-organisasi advokat lainnya bukanlah organisasi profesi.
“Pada sejumlah orang, kumpul sama-sama , datang ke notaris membuat organisasi yang anggotanya advokat, tapi organisasi itu bukan organisasi profesi, itu ormas, organisasi kemasyarakatan,” terang Yusril Ihza Mahendra.
Siapa pun, pihak manapun urainya boleh mendirikan ormas, tetapi ormas tersebut bukanlah organisasi profesi.
“Organisasi profesi seperti Peradi betul-betul ketat dan ia memang mengurusi profesi advokat itu. Bukan membentuk organisasi profesi, tapi kongkow-kongkow minum kopi, arisan, sepakbola, dan sebagainya,” bebernya.
“Bisa saja ada 10-20 advokat kumpul. Mereka main bikin ormas. Ormas apa ini? Ya ormas santai-santai Sabtu, Minggu, jogging, naik sepeda. Boleh saja. Tapi, itu bukan organisasi profesi. Ini sebetulnya yang harus kita bedakan antara ormas, yayasan, perkumpulan, dan organisasi profesi. Karena undang-undangnya belum ada, maka organisasi profesi itu diatur dalam peraturan yang spesifik terkait dengan profesi itu,” tutup Yusril Ihza Mahendra. (bp/ken)