DENPASAR, Balipolitika.com- Sidang perkara pidana yang dipimpin oleh I Putu Agus Adi Antara, S.H., M.H, dengan terdakwa dr. Shillea Olimpia Melyta memasuki agenda tuntutan dari penuntut umum, Selasa, 25 Februari 2025.
Sidang ini dihadiri oleh I Wayan Adi Sumiarta, S.H., M.Kn, I Made Juli Untung Pratama, S.H., M.Kn dan I Komang Ariawan, S.H., M.H dari Gendo Law Office.
Kasus ini bermula di hari kasih sayang, Rabu, 14 Februari 2024 di mana terdakwa bersama perawat membawa ambulans lengkap dengan peralatannya ke rumah pasien bernama Jamie Irena Rayer-Keet untuk melakukan pemeriksaan on call.
Saat itu, dr. Shillea Olimpia Melyta menawarkan agar pasien dirujuk ke rumah sakit dan melakukan lab tes, namun permintaan tersebut ditolak.
Karena pasien mengerang kesakitan dan meminta untuk tetap diobati, setelah disetujui oleh suami si pasien, dr. Shillea Olimpia Melyta kemudian memberikan injeksi obat antrain.
Usai diinjeksi obat antrain muncul gejala alergi dan saat itu sudah langsung ditangani oleh dr. Shillea Olimpia Melyta dengan memberikan injeksi obat anti alergi ke pasien.
Setelah menginjeksikan obat alergi, pasien berangsur membaik dan dr. Shillea Olimpia Melyta sebelum meninggalkan pasien melakukan pengecekan untuk memastikan kliennya baik-baik saja.
Besoknya, si pasien yang sudah mendapatkan perawatan medis terbaik ini justru melapor ke Polsek Kuta Utara.
Dalam tuntutannya, penuntut umum menuntut terdakwa dr. Shillea Olimpia Melyta dengan denda sebesar Rp50 juta rupiah subsidair 3 bulan penjara.
Menurut penuntut umum, dr. Shillea Olimpia Melyta terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Pasal 440 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan.
Di sisi lain, Adi Sumiarta membeberkan fakta-fakta bahwa dr. Shillea Olimpia Melyta sudah menyiapkan ambulans jika seandainya si pasien harus dirujuk ke rumah sakit dan melakukan lab tes.
Terangnya, dr. Shillea Olimpia Melyta sudah berulang kali meminta agar si pasien dirujuk.
Namun, si pasien tidak mau dirujuk dengan bukti tanda tangan pada surat penolakan rujuk ke rumah sakit dan penolakan lab tes.
Mengenai injeksi antrain, Adi Sumiarta menerangkan bahwa si pasien sudah setuju diinjeksi antrain tersebut.
Selanjutnya, di persidangan juga terungkap bahwa berdasarkan keterangan dr. Ida Bagus Putu Alit, SpFM(K), DFM, ahli forensik injeksi antrain adalah tindakan yang tepat dan sesuai prosedur.
“Senyatanya unsur kealpaan tidak terbukti,” tegas Adi Sumiarta membela dr. Shillea Olimpia Melyta.
Lebih lanjut, mengenai unsur mengakibatkan pasien luka berat, di persidangan juga terungkap bahwa berdasarkan keterangan dr. Ida Bagus Putu Alit, SpFM(K), DFM, ahli forensik, alergi tipe cepat tidak dapat menyebabkan kematian.
dr. Ida Bagus Putu Alit, SpFM(K), DFM, ahli forensik yang melakukan visum terhadap si pasien di mana kondisi korban saat itu normal dan baik-baik saja.
“Unsur mengakibatkan pasien luka berat tidak terbukti,” ungkap Adi Sumiarta.
Atas tuntutan denda Rp50 juta rupiah, subsidair 3 (tiga) bulan penjara terhadap dr. Shillea Olimpia Melyta, Adi Sumiarta menilai penutut umum tidak percaya diri dengan tuntutannya karena fakta-fakta di persidangan kedua unsur tersebut terang-benderang terpatahkan.
“Selebihnya akan kami sampaikan dalam pledoi secara tertulis,” tutup Adi Sumiarta.
Sidang selanjutnya diagendakan pada Selasa, 4 Maret 2025 dengan agenda pledoi dari Penasihat Hukum Terdakwa dr. Shillea Olimpia Melyta. (bp/ken)