PARADOKS: Kontroversi kebijakan pembangunan fisik di Bali. (Ilustrasi: Gung Kris)
DENPASAR, Balipolitika.com- Masifnya pembangunan infrastruktur di Bali menuai banyak kontroversi di masyarakat, tak sedikit kalangan menilai Gubernur Bali 2019-2024, Wayan Koster, lebih memilih untuk mengorbankan sektor pendidikan demi memenuhi ambisinya membangun fisik di Bali, Jumat, 27 September 2024.
Faktanya, terjadi sebuah paradoks dari adanya kebijakan pembangunan fisik yang dilakukan Koster pada tahun 2022, di sisi lain ia justru menonaktifkan sistem pendidikan di SMA Bali Mandara yang selama ini telah berhasil mengangkat derajat anak-anak miskin di Bali, sehingga menimbulkan pertanyaan di masyarakat apakah Koster lebih memilih membangun ketimbang mengangkat derajat Sumber Daya Manusia (SDM) Bali?
Salah satu tokoh muda asal Buleleng yang saat ini juga sebagai Calon Wakil Bupati Buleleng, Gede Suardana pernah mengatakan, semester pertama Tahun 2022 Gubernur Koster dinilai telah membuat kebijakan yang di luar nalar publik.
Koster dinilai bersikukuh menonaktifkan sistem pendidikan berasrama SMA Bali Mandara, sekolah yang berhasil mengangkat derajat SDM Bali menjadi cerdas dan sejahtera.
Ia lebih memilih membangun tower yang diberi nama Turyapada Tower KBS 6.0 Kerti Bali, digadang-gadang bakal menyaingi Menara Eiffel, Tokyo Tower atau tower/menara tinggi lainnya di belahan dunia lain dengan anggaran mencapai Rp 418 miliar, sedangkan ia mengaku tak memiliki dana hanya sebesar Rp 4 miliar untuk sistem pendidikan SMA Bali Mandara?
“Sekali lagi bukti nyata bahwa selera Gubernur Koster lebih suka membangun tower dengan biaya Rp 418 miliar dalam setahun daripada melanjutkan sistem pendidikan SMA Bali Mandara yang hanya memerlukan dana Rp 4 miliar per tahun. Lebih suka membangun tower dan mematikan sistem pendidikan SMA Bali Mandara,” ungkap Gede Suardana, dikutip dari Detik, 27 Juli 2022.
Hal tersebut menjadi paradigma, dimana seorang Gubernur Bali 2020-2024 mampu menghabiskan anggaran sebesar Rp 418 miliar dalam waktu setahun yang akhirnya menyebabkan defisit, di sisi lain ia mengaku tidak memiliki dana untuk sistem pendidikan yang hanya menghabiskan Rp 4 miliar per tahunnya.
“Sangat miris karena ia sepertinya begitu bangga bisa membangun tower yang belum jelas hasilnya sementara dengan arogan mematikan program SMA Bali Mandara yang telah terbukti bermanfaat untuk masa depan anak-anak Bali,” pungkasnya.
Untuk diketahui, pembangunan Turyapada Tower merupakan janji politik Koster kepada masyarakat Buleleng.
Turyapada Tower dibangun untuk mengatasi terbatasnya jangkauan siaran televisi (blank spot), khususnya di wilayah Buleleng.
Tower ini digadang mampu mengoptimalkan siaran televisi digital dengan jangkauan 80 persen di wilayah Buleleng, Jembrana dan Karangasem.
Menurut informasi, tower ini nantinya akan memiliki fasilitas yang multifungsi yang akan dilengkapi dengan museum alat komunikasi, planetarium, restoran putar 360 derajat dan jembatan kaca. (bp/gk)