DENPASAR, Balipolitika.com– Anak Agung Ngurah Eka Wijaya atau biasa disapa Ngurah Mayun dari Puri Jambe Suci, Denpasar, menilai narasi yang dibangun oleh Kadek Mariata bahwa persoalan tanah di Jalan Batas Dukuh Sari, Gang Dara, Kelurahan Sesetan, Denpasar Selatan, memiliki potensi konflik Suku, Agama, Ras, dan Golongan (SARA), sangat berlebihan.
Dia juga mempertanyakan komentar Mariata yang mengaku sebagai warga dan geram karena lahan milik Jero Kepisah-warga Bali ingin direbut pihak lain.
Ungkap Ngurah Mayun, dirinya tentu sangat menyayangkan komentar seperti itu pasalnya lahan di Batas Dukuh Sari Gang Dara, Denpasar, itu adalah tanah waris dari Puri Jambe Suci, Denpasar.
Ini dibuktikan dengan beragam dokumen yang ada di tangan Ngurah Mayun.
“Mulai dari pipil, letter c, sampai pajak-pajak sudah jelas,” terangnya.
Di mana, lahan tersebut atas waris leluhur Puri Jambe Suci, yakni I Gusti Raka Ampug.
“Saya malah mempertanyakan Mariata itu selaku apa sehingga mengomentari lahan milik orang lain dengan beropini sedemikian rupa,” tanyanya lagi.
Tambah dia lagi, dalam kasus yang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, lahan yang dipersoalkan bukan yang berada di Batas Dukuh Sari Gang Dara, tapi lahan di Pulau Moyo yang diperkuat dengan surat dari kelurahan.
Untuk kasus di Pulau Moyo (Subak Kerdung ) yang sidangnya masih berjalan di PN Denpasar, di mana Anak Agung Ngurah Oka dari Jero Kepisah menjadi terdakwa karena diduga memalsukan silsilah dengan menggunakan silsilah I Gusti Raka Ampug yang merupakan leluhur dari Puri Jambe Suci untuk menguasai lahan di subak tersebut.
Demikian, untuk lahan di Jalan Batas Dukuh Sari, Gang Dara, Kelurahan Sesetan, Denpasar Selatan, memang ada keberatan dari pihak Jero Kepisah dalam hal ini atas nama Anak Agung Bagus Sucika, Anak Agung Ngurah Swednya Putra, Anak Agung Sayu Oka, Anak Agung Made Ngurah, Anak Agung Ngurah Made Sujendra, Anak Agung Ngurah Astawa, Anak Agung Sagung Puti, Anak Agung Ngurah Oka, Anak Agung Sagung Oka, Anak Agung Sagung Mirah Adi, Anak Agung Ngurah Gede Suyabawa, Anak Agung Ngurah Putra Suryantara, dan Anak Agung Ngurah Agung Jamiadmika terkait rencana penyertifikatan tersebut.
Dasar keberatan mereka adalah surat pernyataan ahli waris dan pembayaran pajak SPPT PBB.
“Kami pernah bertemu di desa. Kita bawa semua data soal lahan tersebut. Mereka sempat bilang akan menunjukan sertifikat dan bukti lainnya. Tapi, saat ketemu, mereka tidak ada bawa data apa pun,” terangnya.
Supaya kasus ini tidak simpang siur, Ngurah Mayun menjelaskan jika Jero Kepisah fair dan menyebut lahan ini adalah lahan sengketa tentu ada baiknya pihak dari Jero Kepisah juga keluar dari lahan tersebut sambil menunggu hasil persidangan.
Namun, di sisi lain, pihak dari Jero Kepisah menempatkan orang di lahan tersebut.
Ini juga sempat diungkapkan Ngurah Mayun saat bertemu dengan pihak Jero Kepisah di lokasi lahan.
Sehingga dirinya karena ada suatu kepentingan akhirnya membuat gubuk dan septik tank di lokasi.
“Nah, entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba persoalan membangun gubuk dan septik tank ini di bangun narasi penyerobotan lahan. Waktu ramai-ramai itu kami cuma tiga orang, sedangkan mereka puluhan orang. Saya waktu itu bersama adik dan seorang teman,” tukasnya. (bp/ken)