Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

ADAT DAN BUDAYA

Air Langka Sumber Konflik, Ari Dwipayana: Catur Danu Bali Harus Dijaga 

HIDUP BERKELANJUTAN: Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud sekaligus Koordinator Staf Khusus Presiden Joko Widodo, Anak Agung Gede Ngurah (AAGN) Ari Dwipayana (3 dari kiri) bersama Jero Penyarikan Batur (3 dari kanan), Ketua DPP Perhimpunan Pemuda Hindu (Peradah) Indonesia Provinsi Bali Putu Eka Mahardhika (2 dari kiri) berfoto di Pura Segara Danu Batur, Kabupaten Bangli, Bali, Sabtu Kliwon Wariga (Tumpek Uduh), 14 Mei 2022 malam. (tim dokumentasi Nuwur Kukuwung Ranu).

 

KINTAMANI, Balipolitika.com- Melahirkan kesadaran bersama untuk merawat alam dan memuliakan air menjadi tujuan utama Nuwur Kakuwung Ranu, pentas seni-ekologis di Pura Segara Danu Batur, Kabupaten Bangli, Bali, Sabtu Kliwon Wariga (Tumpek Uduh), 14 Mei 2022 malam yang diprakarsai Yayasan Puri Kauhan Ubud. Terselip kemuliaan leluhur Pulau Bali dalam menjaga ekosistem alam sejak beradab-abad yang lalu.

Bukan hanya di Lontar Batur Kalawasan, pesan untuk merawat alam juga tertuang dalam Prasasti Tamblingan. Di Bale Agung Desa Adat Buahan, Batur, terdapat prasasti abad ke-9 (916 Saka/994 Masehi) yang dikeluarkan oleh Raja Sri Darmodayana dan Permaisuri Sri Gunapriya Dharmapatni). Prasasti tersebut dirumuskan menjadi Titi Swara (semacam undang-undang, red) yang menekankan agar umat manusia merawat alam seperti merawat dirinya sendiri.

Doktor Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta merangkap Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud sekaligus Koordinator Staf Khusus Presiden Joko Widodo, Anak Agung Gede Ngurah (AAGN) Ari Dwipayana mengatakan bahwa pesan suci leluhur Bali untuk merawat alam itu tidak akan terwujud tanpa air.

“Perlu kita ingat bersama bahwa seberapa banyak pohon yang kita tanam, ribuan, jutaan, tidak akan bisa hidup jika tidak ada air. Kita pun tidak bisa hidup tanpa air. Air adalah satu dari lima unsur Panca Maha Butha yang sangat penting membentuk kehidupan kita,” ucapnya.

Ari Dwipayana menyebut air memberikan banyak hal, tapi mengingatkan banyak hal. Air mempunya wajah dewa dan juga wajah butha. Air memberi kehidupan dan juga sekaligus menakutkan karena bisa menimbulkan bencana.

“Karena itu orang Bali sangat menyadari arti penting air secara sekala maupun niskala. Air adalah medium tirtha. Semua yadnya di Bali menggunakan tirtha, kapuput antuk tirtha,” ucap sosok yang menamatkan pendidikan S1 di Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM tahun 2003 itu.

“Bali sesungguhnya dianugerahi oleh Ida Sang Parama Kawi bentang dan benteng alam yang luar bisa, Nyegara Gunung. Air yang terserap dari laut dan samudera turun di gunung, disimpan hutan, mengalir ke danau, yang selanjutnya mengalir lagi di sungai-sungai lalu laut. Bali memiliki Catur Danu yang harus kita jaga dan lestarikan. Bali memiliki Hutan Kekeran, alas angker yang dijaga kesakralannya. Bali juga memiliki sumber-sumber mata air, pancoran, patirtan yang disucikan,” sambungnya.

Ari Dwipayana merinci di Batur ada 11 partirtan yang digunakan untuk ritual, yakni Tirta Telaga Waja, Bantang Anyud, Danu Gadang, Danu Kuning, Pelisan, Mangening, Pura Jati, Rejeng Anyar, Toya Bungkah, Toya Mas Mampeh, dan Tirta Perapen.

Namun faktanya, meskipun air sangat penting secara sekala dan niskala, saat ini, sejumlah wilayah di Bali mengalami krisis air, kelangkaan air, dan debit air berkurang akibat pemyedotan tanpa kendali serta instrusi air laut.

“Air yang disucikan juga mulai tercemar oleh limbah dan sampah. Kelangkaan air di beberapa tempat di Bali justru menjadi sumber konflik. Air sudah berubah menjadi komoditas yang diperdagangkan,” bebernya. (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!