KLUNGKUNG, Balipolitika.com– Diresmikan dengan super gegap gempita, Bale Kertha Adhyaksa yang merupakan tempat penyelesaian sengketa hukum di tingkat desa maupun desa adat melibatkan kejaksaan seolah tak ada gunanya dihadapkan pada konflik adat di Banjar Sental Kangin, Desa Ped, Nusa Penida, Klungkung.
Buktinya, hingga saat ini warga Banjar Sental Kangin yang dikenai sanksi kanorayana, yakni pengusiran dari desa adat serta pencabutan hak-haknya sebagai warga tetap menempati UPT Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kabupaten Klungkung.
3 bulan berlalu dan tidak bisa kembali ke tanah kelahiran, mereka pun terpaksa kehilangan pekerjaan yang selama ini menjadi sumber utama penghidupan mereka.
Salah satunya adalah Ketut Ngadeg, seorang petani yang biasa menggarap lahannya sendiri dengan menanam singkong, jagung, kacang, dan tanaman lainnya.
“Saat ini saya tidak bisa lagi bertani karena sejak 31 Maret lalu diungsikan ke Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung,” ujarnya.
Lalu dari mana sekarang ia mendapatkan penghasilan? “Istri saya berjualan canang dan menumpang tinggal di rumah keluarga di Denpasar,” tambahnya.
Ketut memilih tetap tinggal di SKB Banjarangkan, lokasi pengungsian sejak pengusiran oleh warga Sental Kangin akibat sanksi kanorayang.
Ia mengaku tidak ingin merepotkan keluarganya di Denpasar.
“Sekarang istri saya yang menjadi tulang punggung keluarga,” katanya.
Nasib serupa juga dialami Putu Suartika di mana usaha villa miliknya di Desa Ped, Nusa Penida, terpaksa ditutup karena persoalan sanksi Kanorayang yang menimpa keluarganya.
“Villa itu sumber penghasilan utama untuk keluarga saya. Tapi karena ditutup, ya sudah tidak ada lagi pemasukan,” keluhnya.
“Bukan hanya saya yang terdampak, tapi juga beberapa karyawan yang bekerja di villa tersebut,” lanjutnya.
Namun, sejak 25 Mei 2025, villa itu diizinkan beroperasi kembali dengan syarat harus dikelola oleh pihak lain.
“Semoga dengan dibukanya kembali, usaha villa ini bisa berjalan lancar seperti sebelumnya,” harapnya.
Kisah lain datang dari Wayan Rati yang harus menutup usaha jualan buahnya di Pasar Sempalan, Nusa Ped, demi merawat kedua mertuanya yang sedang sakit dan juga terkena sanksi kanorayang.
“Saya sekarang tidak punya penghasilan, Mas. Karena saya harus merawat bapak dan ibu mertua di SKB. Kalau saya tetap berjualan, siapa yang akan merawat beliau?” ungkapnya.
Hingga saat ini, sebanyak 21 warga dari tujuh kepala keluarga Banjar Sental Kangin masih menjalani pengungsian akibat sanksi Kanorayang sejak 31 Maret 2025, tanpa kepastian atau kejelasan dari pihak pemerintah setempat. (bp/tim)