KINTAMANI, Balipolitika.com- Desa Adat Batur mengaktivasi program Seratus Tahun Rarud Batur di Panggung Budaya Pura Segara Ulundanu Batur-Pura Jati, Sabtu, 5 Juli 2025.
Kegiatan ini digelar sebagai peringatan atas kejadian bersejarah relokasi (perpindahan) pusat permukiman Desa Adat Batur dari kaki Gunung Batur sebelah barat daya ke permukiman saat ini seabad yang lalu.
Ketua Panitia Seratus Tahun Rarud Batur yang juga Patajuh Desa Adat Batur, Guru Nengah Santika mengatakan pada bulan Agustus 1926 bencana besar menimpa Desa Batur.
Bencana itu disebabkan letusan dahsyat Gunung Batur dengan aliran lahar yang mengarah ke sebelah barat daya (saat ini dikenal sebagai Black Lava), ke kawasan permukiman Desa Batur kuno.
“Kegiatan Seratus Tahun Rarud Batur ini merupakan peringatan seratus tahun perpindahan Desa Adat Batur dari kaki Gunung Batur akibat letusan besar pada Agustus 1926,” kata Guru Santika.
Setelah bencana terjadi, evakuasi dilakukan untuk menyelamatkan warga desa dan peradaban Batur.
Permukiman yang baru pun disiapkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda di mana pada tempat tersebut masyarakat kembali membangun peradaban dari nol, salah satunya Pura Ulun Danu Batur.
“Sementara pura dibangun dan permukiman disiapkan, pratima-pratima dan benda sakral ditempatkan di Desa Bayunggede, Kintamani, hingga dua tahun lamanya,” katanya.
Oleh karena itu, melalui kegiatan tersebut pihaknya berupaya mengenang semangat bangkit dari leluhur Batur.
Diharapkan kegiatan dapat menjadi media edukasi bagi generasi mendatang tentang untuk mengenang sejarah.
“Setelah dibuka secara resmi, kami akan menggelar sejumlah acara selama setahun penuh. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan meliputi bidang sejarah dan edukasi, pemberdayaan masyarakat, pariwisata, lingkungan, hingga olahraga,” katanya seizin Pamucuk Desa Adat Batur, Jero Gede Duhuran Batur.
Kepala Badan Pelestarian Kebudayaan Wilayah XV, Kuswanto, S.S., M.Hum, yang hadir di lokasi menyampaikan apresiasinya terhadap kegiatan tersebut.
Menurutnya, peringatan Seratus Tahun Rarud Batur merupakan contoh positif dari upaya pelestarian kebudayaan.
Pihaknya pun menyatakan siap mendukung berbagai upaya dalam melestarikan kebudayaan sehingga dapat dinikmati oleh generasi masa depan.
“Peringatan Seratus Tahun Rarud Batur merupakan momentum penting bagi kita untuk mengenang masa lalu dan membangun masa depan. Kita harus terus melestarikan budaya dan tradisi kita, serta memperkuat identitas kita sebagai masyarakat adat Batur,” kata dia.
Bupati Bangli yang diwakili oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bangli, I Dewa Bagus Riana Putra pun menyampaikan hal serupa.
Menurutnya kegiatan tersebut menjadi momentum baik untuk memperingati sebuah momen langka seratus tahun bencana di Batur.
Ia berharap kegiatan itu ke depan dapat memberi manfaat bagi masa depan Batur.
“Pemerintah Kabupaten Bangli sangat mendukung kegiatan ini. Kami percaya bahwa peringatan ini akan memperkuat kebersamaan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan budaya dan tradisi, semoga segala kegiatan memberikan efek positif kepada masyarakat batur pada khususnya dan kabupaten bangli pada umumnya,” katanya.
Selain dihadiri Kepala BPK XV dan Sekda Bangli, kegiatan aktivasi Seratus tahun Batur turut dihadiri oleh anggota DPD RI Dapil Bali, Merta Jiwa; anggota DPRD Provinsi Bali, Wayan Gunawan; Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bangli, Komang Carles; anggota DPRD Kabupaten Bangli, Nengah Wasana; Ketua MDA Kabupaten Bangli, Ketut Kayana; Kasdim 1626/Bangli; Pamucuk Pura se-Batur, Perbekel Desa Batur Selatan, serta masyarakat Desa Adat Batur.
Kegiatan dimeriahkan dengan pergelaran-pergelaran istimewa, seperti Kakawin Lambang Kretanajali; Tari Tirta Mahamreta Pratistha (maskot Desa Adat Batur); Tari Tattwa Tirtha Mahottama (maskot Desa Batur Tengah); tetabuhan oleh Bhaswara Batur; dan live music dari Danalog Band.
Selain itu, dalam kegiatan juga diserahkan buku berjudul “Seabad Relokasi Batur” oleh komunitas literasi, Lingkar Studi Batur.
Buku bunga rampai yang diterbitkan oleh Mahima Institute Indonesia merangkum sejumlah tulisan yang relevan dengan topik-topik berkenaan dengan peristiwa Rarud Batur tahun 1926 dan dinamikanya selama seratus tahun.
Kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang peringatan semata, namun juga menjadi ruang refleksi bersama tentang makna ketahanan, gotong royong, dan spiritualitas masyarakat Desa Adat Batur.
Semangat para leluhur yang mampu bangkit dari bencana besar menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk terus menjaga warisan budaya, memelihara alam, serta membangun desa secara berkelanjutan di tengah tantangan zaman.
Dengan aktivasi Program Seratus Tahun Rarud Batur, Desa Adat Batur menunjukkan komitmen kuat untuk menjadikan sejarah sebagai fondasi masa depan.
Harapannya, kegiatan ini mampu menumbuhkan kesadaran sejarah, mempererat ikatan sosial masyarakat, serta memperkuat posisi Batur sebagai kawasan budaya yang hidup, berkembang, dan relevan di tengah arus globalisasi. (bp/ken)