DENPASAR, Balipolitika.com– Sanggar Seni Candrawangsa Banjar Dalem, Desa Angantaka, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung menampilkan pertunjukan gamelan inovatif di Kalangan Angsoka, Art Centre Denpasar serangkaian Pesta Kesenian Bali ke-47 Tahun 2025, Jumat, 4 Juli 2025.
Dalam kesempatan itu, para seniman yang sebagian besar merupakan anak muda ini membawakan empat garapan.
”Kami menampilkan empat garapan yang terdiri dari tiga tabuh dan persembahan terakhirnya adalah tari,” kata Koordinator Sanggar Seni Candrawangsa, I Gede Ananta Diparesta sebelum pentas.
I Gede Ananta Diparesta merinci tiga garapan gamelan inovatif itu lahir dari konsep Tapa Prakerti.
Tapa Prakerti adalah sebuah konsep yang lahir dari prosesi perayaan hari raya Nyepi yang berujung pada saat pelaksanaan Catur Bratha Penyepian.
Judul ini mengandung makna pengendalian diri (tapa) dan kembali ke sifat alami atau murni (prakerti); tapa berarti meditasi dan prakerti yang berarti alam semesta.
”Dari konsep besar tersebut lahirlah 3 garapan musik inovatif yang terbangun atas bagian bagian dari Tri Hita Karana, yaitu Swara Pawitri, Suda Prawerti, dan Tepa Slira,” ungkapnya.
Garapan pertama yang ditampilkan, yakni Swara Pawitri terinspirasi dari sebuah prosesi pemelastian serangkaian hari raya Nyepi yang terbangun atas konsep musikal dipadukan dengan suasana pada saat prosesi tersebut berlangsung, sehingga membentuk jalinan yang terakumulasi menjadi sebuah karya.
Swara Pawitri menjadi judul dari garapan ini mengandung arti swara yang berarti suara dan pawitri menjadi sebuah konsep persembahan.
Yang dituangkan dalam kawi gending sehingga sanggup berkomunikasi menajdi persembahan suci meningkatkan hubungan manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi.
Persembahan kedua, yakni Suda Prawerti yang terinspirasi dari proses tawur kesanga pelaksaan hari Raya Nyepi, melalui dinamika, laras, dan rasa.
Karya ini menggambarkan kerusakan alam akibat keserakahan, lalu bergerak menuju harmoni – ketika manusia mulai sadar, berbenah, dan bertapa dengan menghaturkan rasa bakti pada būmi.
Suda Prawerti adalah karya karawitan yang menyuarakan penyucian lingkungan (palemahan) sebagai bagian dari perjalanan spiritual manusia.
Selanjutnya, persembahan gamelan inovatif ketiga yakni Tepa Slira terinspirasi menjadi karya seni karawitan inovatif yang tercipta dari situasi kondisi yang terjadi pada malam pengerupukan.
Pada malam pangerupukan ini sifat-sifat kebutaan manusia diuji dalam proses pengarakan ogoh ogoh.
“Sebuah uforia yang menjadi tanda sebuah tenggang rasa yang diabaikan atau diingat,” pungkasnya. (bp/ken)