JAKARTA, Balipolitika.com- Polemik pengelolaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Khusus (SPBK) di lingkungan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali kian memanas.
Buktinya, pada Rabu, 2 Juli 2025, ratusan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Penegak Hukum (AMPH) dan Koprabu melancarkan aksi demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Agung Republik Indonesia di Jakarta.
Aksi yang dihadiri sekitar 150 orang ini merupakan bentuk keprihatinan terhadap upaya yang dinilai tidak adil oleh PT Angkasa Pura Indonesia (InJourney Airports) dalam memperlakukan Koperasi Karyawan Angkasa Pura (Kokapura).
Massa aksi menyoroti langkah Angkasa Pura yang dianggap mencoba mengakhiri operasional SPBK Kokapura secara sepihak tanpa dasar hukum yang kuat.
Salah satu pemicu utama kemarahan publik adalah proses pelelangan lahan usaha SPBK yang selama ini dikelola oleh Kokapura.
Padahal, kontrak kerja sama yang berlaku antara kedua belah pihak belum berakhir secara hukum.
Yang menjadi sorotan adalah munculnya nama PT Pasific Energy Trans dalam dokumen lelang yang disebut secara langsung sebagai calon pengelola baru SPBK tersebut.
Langkah ini memicu kecurigaan dari berbagai pihak, termasuk para aktivis hukum dan koperasi karena dinilai melanggar prinsip-prinsip etika bisnis, hukum persaingan sehat, serta semangat pemberdayaan koperasi yang sedang digaungkan pemerintah.
“Kami menilai tindakan PT Angkasa Pura Indonesia merupakan bentuk dugaan pelanggaran hukum dan persekusi ekonomi terhadap Kokapura, sebuah koperasi legal yang selama ini berkontribusi positif terhadap negara,” tegas Sahri Jamsin, Koordinator AMPH sesuai rilis resmi yang diterima Redaksi Balipolitika.com pada Kamis, 3 Juli 2025.
Dalam pernyataan sikapnya, massa aksi mendesak Kejaksaan Agung RI untuk menyelidiki lebih lanjut adanya nota dinas internal yang dikeluarkan oleh M. Rizal Pahlevi yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama PT Angkasa Pura/InJourney Airports.
Nota tersebut diduga kuat mengarahkan proses pelelangan kepada PT Pasific Energy Trans sebagai pemenang tender, yang tentu mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas.
“Kami meminta Kejagung segera memanggil Dirut PT Angkasa Pura Indonesia untuk dimintai pertanggungjawaban atas isi dan proses nota dinas tersebut,” lanjut Sahri Jamsin dalam orasinya.
Tak hanya itu, massa juga mendesak agar proses lelang SPBK segera dihentikan demi menjaga integritas hukum dan mencegah praktik monopoli yang merugikan koperasi lokal. (bp/tim)