BALI, Balipolitika.com – Berbicara laut dan samudera, khususnya di Bali memang mengandung banyak misteri.
Cerita rakyat dan mitos ihwal mistisnya laut Bali Utara pun masih melegenda hingga saat ini. Di mana laut Bali Utara, tekenal juga sebagai batas pemisah Pulau Jawa dan Bali.
“Pada awalnya dalam cerita rakyat, bahwa Pulau Jawa dengan Pulau Bali merupakan teritorial satu- kesatuan dan tidak terpisah seperti saat ini,” kata Jero Mangku Ketut Maliarsa
Dengan terpisahnya antara kedua pulau ini, maka di antara pemisahan itu dapat sebutan selat Bali.
“Selat Bali merupakan teritorial Bali Utara yang merupakan tempat yang mistis atau angker. Bahasa kerennya bahwa daerah selat Bali itu keramat, karena merupakan tatanan daerah tempat suci yaitu adanya Pura Segara Rupek,” sebutnya.
Pura Segara Rupek berada tepat di ujung hidung Pulau Bali, yang merupakan daerah teritorial kabupaten Buleleng.
Menurut Babad Arya Bang Pinatih, Mpu Siddhi Mantra beryoga semadi memohon kemuliaan dan kerahayuan jagat kepada Bhatara Siwa dan Sang Hyang Baruna Geni.
“Beliau (Mpu Siddhi Mantra) dapat titah untuk menorehkan tongkat saktinya sebanyak tiga kali, dan terjadilah keajaiban yaitu air laut pasang yang mengakibatkan Jawa dan Bali menjadi terpisah seperti sekarang ini,” jelas pemangku asli Bon Dalem ini.
Dan cerita mistisnya ini, kata dia, yang menjadikan daerah selat Bali menjadi daerah perairan yang angker.
“Makanya secara spiritual, di daerah ini setiap tahun ada upacara dan upakara pakelem dengan sarana banten dirgayusa bumi dan tawur gentuh pada hari suci Anggara (Selasa), Umanis, Wuku Uye,” katanya.
Segara Rupek, secara arfiah maknanya adalah lautan sempit dengan nama Selat Bali. Hal ini tidak bisa lepas dengan mitologi, bahwa ada seorang brahmana yang sangat sakti mandraguna, kaya raya dengan istrinya cantik dari kerajaan Daha. Nama brahmana ini, tidak lain Mpu Siddhi Mantra.
“Sekali pun kehidupan beliau seperti itu, terusik dengan ulah anak semata wayangnya Manik Angkeran yang sehari-harinya sebagai penjudi. Dalam cerita itu, dikatakan bahwa Manik Angkeran kehidupan sehari-harinya terliputi dengan kegelapan karena suka berjudi,” jelasnya. Tidak tanggung-tanggung, bahkan hingga banyak hutang.
Bahkan membuat kekayaan ayahnya nyaris habis. “Tetapi beliau ini tidak pernah tobat, bahkan sampai kekayaan Mpu Siddhi Mantra habis,” tegasnya.
Dalam keadaan terjepit dan terpuruk seperti ini, sang mpu bertapa dan beryoga semadi, memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk mohon pertolongan-Nya agar bisa membayar utang anaknya.
Dan pada saat itu, beliau mendapat pawisik atau wahyu agar sang mpu datang ke kawah Gunung Agung. Sebab di sana ada harta karun yang bisa membatu kesulitannya.
“Dengan kesaktianya sang mpu cepat sampai di kawah Gunung Agung, dan Beliau duduk sambil merapalkan mantra-mantra dengan uncaran suara genta yang bertalu-talu,” kisahnya.
Maka muncullah Sang Naga Basuki dari persembunyiannya dan menanyakan tentang keperluannya datang kesana.
Lalu berceritalah Mpu Siddhi Mantra tentang kesulitannya, sehingga ada anugerah emas dan intan yang begitu melimpah serta mengabil serta cukup bahkan melebihi untuk membayar utang anaknya.
“Tetapi ingat dengan syarat agar sang anak ternasehati untuk mengubah perilakunya agar tidak lagi melakukan kegiatan berjudi lagi,” katanya.
Mpu Siddhi Mantra, kembali ke Daha dan langsung menyuruh sang anak untuk membayar utang- utangnya. Setelah terbayar ternyata betul masih ada sisa, dan di sanalah Manik Angkeran tergoda imannya untuk berjudi lagi.
Bahkan sampai kembali punya utang yang begitu banyak. Pada saat ini sang mpu kehabisan akal, lalu anak ini tidak hirau lagi.
Lalu kemudian pergilah sang anak tanpa tujuan, hingga akhirnya dia ingat bahwa sang ayah memperoleh emas dan intan dari kawah Gunung Agung.
Muncul niatnya untuk pergi ke tempat itu, sambil mencuri genta sang ayah dan ke kawah tersebut. Sesampainya di sana, Manik Angkeran mengumandangkan uncaran bunyi genta tanpa mantra.
Walaupun begitu Sang Naga Basuki akhirnya, juga menemui Sang Manik Angkeran. Begitu sang naga berbalik, terlihat lah di ekornya banyak emas dan permata. Lalu ia mengambil keris dan memotong ekor sang naga itu.
Sang Naga Basuki kesakitan dan akhirnya marah. Maka kemudian Manik Angkeran terbakar dengan kesaktiannya hingga akhirnya habis menjadi abu.
Hal ini membuat Mpu Siddhi Mantra sedih, karena anaknya hilang tidak pulang semenjak kepergiannya. “Oleh karena saktinya maka mpu memperkirakan anaknya datang ke kawah Gunung Agung,” sebutnya.
Ternyata benar saja, lalu sang mpu menanyakan pada Naga Basuki tentang keberadaan anaknya. Beliau kemudian dapat kabar bahwa sang anak telah jadi abu.
“Dengan rasa terharu dan sedih, mpu memohon pada Sang Naga Basuki agar anaknya hidup kembali,” ucapnya.
Tetapi sang naga juga memohon agar sang mpu mengembalikan ekornya untuk bisa tersambung lagi.
Dengan kesaktiannya masing – masing, akhirnya ekor sang naga bisa tersambung dan sang anak telah hidup kembali.
Seperti cerita sebelumnya, bahwa Mpu Siddhi Mantra beryoga semadi dan yang terpuja adalah Bhatara Siwa dan Sang Hyang Baruna Geni.
Lalu beliau mendapat anugerah, dan Mpu Siddhi Mantra menorehkan tongkat saktinya sebanyak tiga kali. Hingga terbelahlah Pulau Jawa dan pulau Bali sehingga memunculkan Selat Bali. Seperti saat ini. Demikian kisahnya.
Pensiunan kepala sekolah ini, mengatakan secara rasa dan keyakinan di sinilah letak kemistisannya dan keangkerannya.
Tentang eksistensi Selat Bali yang juga dapat penuh dengan hal- hal mistis dan keramat. “Hal ini perlu teryakini, oleh karena tempat ini benar- benar angker sehingga secara niskala perlu mohon izin,” katanya.
Sehingga jika ingin lewat atau melakukan kegiatan, pada areal itu atau wilayah Bali lainnya. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak baik.
“Mengapa Mpu Siddhi Mantra Mantra mendapatkan anugerah untuk menorehkan tongkat saktinya? Ini tujuannya untuk menjaga tatanan teritorial pulau Bali tetap asri dan lestari,” jelasnya.
Dan yang tidak kalah pentingnya, agar anak Mpu Siddhi Mantra tidak dapat bebas pulang pergi ke Jawa. Sebab sedang dalam pendidikan dan gemblengan untuk mengubah perilaku suka berjudi. Hingga akhirnya sang anak menjadi Dang Hyang Manik Angkeran. (BP/OKA)