BANGLI, Balipolitika.com– Menghargai seniman legendaris berarti memahami nilai seni yang mereka hasilkan sekaligus kontribusi mereka terhadap dunia seni.
Sayangnya, menyandang status sebagai daerah seni yang kaya dengan berbagai bentuk kesenian tradisional maupun modern, baik berupa seni tari, musik, seni rupa, dan seni pertunjukkan, Pesta Kesenian Bali (PKB) yang pertama kali digelar pada tahun 1979 di era kepemimpinan Gubernur Bali ke-6, Ida Bagus Mantra, kini, justru dinilai melenceng dari fitrahnya.
PKB yang bertujuan untuk melestarikan, memperkenalkan, dan membangkitkan seni serta budaya tradisional Bali sekaligus menjadi wadah bagi para seniman menuangkan kreativitas, faktanya justru “mengekang” kebebasan berekspresi.
Berkesenian jauh-jauh hari sebelum Pesta Kesenian Bali (PKB) ada hingga tahun ini menginjak pelaksanaan ke-47, Petruk yang menjejakkan kaki di kesenian drama gong selama 50 tahun lebih atau sejak tahun 1975 tiba-tiba terbentur norma kesopanan.
Endingnya, jatuh bangun mengharumkan drama gong, sang legenda yang masih aktif berkesenian di usia yang sudah sangat tua, yakni 76 tahun lalu, tidak bisa menghibur penonton PKB, Rabu, 2 Juli 2025 mendatang.
Tak hanya Petruk, kerinduan masyarakat menyaksikan penampilan kocak Sang Ketut Arka alias Ajik Perak (70 tahun) juga dipastikan hanya tinggal kerinduan.
Menghormati Petruk sebagai ikon yang tulus berkesenian mengharumkan seni drama gong sehingga dicintai oleh masyarakat Pulau Dewata bahkan luar Bali, Ajik Perak yang lahir pada 27 Agustus 1955 undur diri dari garapan Paguyuban Peduli Seni Drama Gong Lawas di bawah naungan Yayasan Bali Murda Citta serangkaian PKB 2025.
Terakhir, menyusul Petruk dan Perak, seniman asal Banjar Teruna, Desa Taman Bangli yang memerankan tokoh Blauk, yakni Sang Made Juni Putra juga memastikan undur diri.
Sang Made Juni Putra menegaskan saat sang ayah mengetahui Petruk tidak jadi tampil, seketika itu pula ia memutuskan untuk mengundurkan diri.
“Ajik Perak juga ikut mengundurkan diri dari drama gong lawas padahal Ajik Perak tidak dilarang. Ajik Perak mundur bagian dari empati terhadap teman seperjuangan,” ungkap Sang Made Juni Putra.
Kepada Balipolitika.com, Sang Made Juni Putra mengaku dipercaya untuk memanajemen kedua seniman lawas Drama Gong Era 1980-an yang saat ini hanya menyisakan Petruk dan Perak.
Awalnya, rencana pentas di bawah naungan Paguyuban Peduli Seni Drama Gong Lawas, Yayasan Bali Murda Citta serangkaian PKB 2025, Rabu, 2 Juli 2025 mendatang berjalan mulus.
Petruk, Perak, dan Blauk siap pentas bahkan karena jadwal pentas tersebut berbenturan dengan agenda lain di hari yang sama, Sang Made Juni Putra mengaku membatalkan acara lain tersebut.
“Tatkala saya dikasih pamflet sama pengurus, saya sudah tidak berani mengambil jadwal lainnya karena ini (pentas PKB 2025, red) cakupannya lebih besar. Tiang ikut di drama gong. Setelah sudah sip itu saya batalkan acara pribadi (di tanggal 2 Juli 2025, red), grup tiang. Setelah itu, beberapa minggu yang lalu, saya dihubungi dari Drama Gong Lawas (DGL) bahwasanya ada penilaian dari kurator bahwa diwanti-wanti untuk tidak menggunakan bahasa memisuh “bangsat”. Meski Pekak Petruk tidak disebutkan, tapi kita kan sudah tahu ciri khas bangsat itu milik siapa. Bukan dilarang, tapi diwanti-wakti. Dengan itu, dari Drama Gong Lawas, tidak berani menjamin bahwa Pekak tidak mengatakan itu. Tiang juga sebagai orang yang dipercaya memanajemen Pekak sejatinya sudah bicara dan Beliau (Pekak Petruk, red) bersedia (tidak mengeluarkan kata bangsat, red). Karena kan seniman diupah, kalau diberitahu untuk tidak begitu ya tidak. Kalau dibebaskan, ya dibebaskan. Belum sempat saya mengomunikasikan hal itu, tiba-tiba langsung di-cut. Disampaikan bahwa Pekak tidak diikutsertakan. Secara otomatis Bapak tiang (Ajik Perak, red) dan tiang juga tidak mau ikut. Karena diputuskan tidak dipakai, maka lebih baik kami mundur saja,” beber Sang Made Juni Putra alias Blauk.
Singkat cerita karena I Nyoman Subrata “Petruk” dan Sang Ketut Arka alias Ajik Perak mundur dari Paguyuban Peduli Seni Drama Gong Lawas, maka Sang Made Juni Putra alias Blauk juga ikut pamit.
“Daripada jadi pecadang kuang, lagi dipakai, lagi tidak, maka diputuskan untuk mundur saja. Di sisi lain ini tagline-nya drama gong lawas, kalau Pekak Petruk dan Ajik Perak tidak ikut apa masih layak disebut drama gong lawas?” tanya Blauk. (bp/tim)