BUDAYA, Balipolitika.com – Petruk, sang legenda pelawak di Bali viral belakangan ini.
Lucunya sang pelawak saja tidak sadar dirinya viral. Ini terlihat tatkala media mendatangi Petruk ke kediamannya di Bangli.
Petruk bahkan sampai menelepon temannya, menanyakan ihwal kenapa dirinya bisa viral khususnya di media sosial.
Setelah tahu duduk perkara ia viral, Petruk tak ambil pusing dan berkata bahwa menjadi penampil bisa tampil di mana saja.
Apalagi usia yang kini tak lagi muda, membuat Petruk harus mengurangi intensitas penampilannya dan lebih banyak rehat di rumah.
Awal mula Petruk viral, karena walau ia adalah seorang pelawak senior. Namun konon kerap berkata kasar di atas panggung, khususnya identik dengan kata b*ngs*t.
Petruk pun hanya tersenyum, sebab itu baginya adalah bahasa akrab dan ia dapatkan dari seorang yang berasal di Buleleng, saat masih bekerja di RSJ Bangli.
Kabar ini semakin panas, tatkala Petruk konon tidak tampil karena sebelumnya mendukung De Gadjah di Pilkada Bali 2024.
Namun Gubernur Bali, Wayan Koster, mengatakan bahwa itu murni arahan dari kurator PKB 2025. Tidak ada unsur politis di dalamnya.
Kurator Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 pun, akhirnya menegaskan bahwa tidak ada larangan bagi seniman drama gong Petruk untuk tampil dalam ajang tahunan tersebut.
Penegasan ini, guna meluruskan informasi yang beredar terkait isu pelarangan penampilan salah satu tokoh kesenian tersebut.
“Tidak ada pelarangan terhadap Petruk atau sanggar manapun. Kami hanya mengingatkan seluruh peserta agar menjaga marwah PKB sebagai panggung seni budaya yang luhur,” tegas Prof. Dr. I Wayan Dibia, Kurator PKB.
Turut mendampingi Prof. Dr. I Made Bandem, Prof. Komang Sudirga, dan I Gede Nala Antara usai Rapat Pleno PKB ke-47 di Kantor Gubernur Bali, Kamis (5/6/2025).
Ia menjelaskan, arahan dari kurator bersifat umum dan kepada seluruh pengisi acara agar menghindari aksi-aksi yang bersifat jaruh (vulgar), buduh (bodoh), dan memisuh (mengumpat), yang tidak mencerminkan tontonan berkualitas.
“Drama gong di masa lalu tak pernah memisuh di panggung. Kita hanya mengingatkan agar seniman tetap bertanggung jawab atas karya yang tampil. PKB adalah forum budaya, bukan sekadar hiburan kosong,” jelas Prof Dibia.
Prof Bandem menambahkan, kurator justru memberi ruang seluas-luasnya bagi para seniman untuk berkarya, selama tetap menjunjung nilai-nilai kesantunan dan adab budaya.
“Kami tak pernah menyebut satu nama untuk larangan tampil. Ruang kreatif terbuka luas, tapi ada tanggung jawab moral yang harus tetap terpegang,” tegas Prof. Bandem.
Sebagai contoh keberhasilan arahan kurator, mereka menyinggung penampilan joged bumbung yang kini lebih tertib dan santun di ajang PKB, meskipun di luar forum tersebut masih ada aksi jaruh. “PKB harus jadi tontonan yang juga memberikan tuntunan,” tutup Prof Dibia.(BP/OKA)