BULELENG, Balipolitika.com- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DKPP) menggelar Lomba Kreasi Olahan Tempe Tingkat SMK se-Kabupaten Buleleng.
Acara yang digelar dalam rangkaian Bulan Bung Karno dibuka secara resmi oleh Bupati Buleleng I Nyoman Sutjidra di Gedung Wanita Laksmi Graha, Selasa 3 Juni 2025.
Ajang ini bukan sekadar perlombaan, melainkan upaya strategis untuk mengangkat nilai gizi tinggi tempe sebagai sumber protein nabati lokal dan mendorong diversifikasi pangan.
Ditemui usai membuka kegiatan, Sutjidra menekankan pentingnya mengubah persepsi masyarakat tentang tempe.
Banyak yang menganggap konsumsi tempe itu dilakukan masyarakat menengah ke bawah.
Padahal, dari segi kualitas proteinnya, tempe itu sangat bagus. Ini adalah kearifan lokal kita yang patut dilestarikan.
Ia pun mengakui tantangan ketersediaan bahan baku kedelai yang masih sulit dan mahal, yang sempat memukul industri tempe.
Namun, ia menyatakan komitmen Pemkab untuk mendorong produksi kedelai lokal.
“Kami kedepan berupaya kedelai sumbernya dari lokal. Kita punya lahan untuk memproduksinya,” ujarnya.
Bupati asal Desa Bontihing, Kecamatan Kubutambahan ini juga menyoroti upaya diversifikasi pangan di Buleleng agar tidak hanya bergantung pada beras.
Ia menyebut budidaya jagung hibrida varietas “Goak Poleng” yang tengah menunggu panen. Ada juga olahan nasi jagung dari Dinas Pertanian.
“Nanti juga ada nasi dari ketela. Olahan tempe ini bermacam-macam, kita bisa variatif mencari sumber pangan pengganti beras. Ini merupakan salah satu alasan pentingnya kemandirian pangan,” jelas Sutjidra.
Lomba yang diikuti pelajar SMK se-Buleleng ini menitikberatkan pada kreativitas mengolah tempe tanpa menghilangkan jati rasanya.
Made Setiawan, Ketua Dewan Juri yang juga Ketua Badan Pengurus Cabang Indonesia Chef Association (BPC ICA) Buleleng, memaparkan kriteria penilaian yang ketat.
“Yang utama adalah tingkat kesulitan pengolahannya. Biasanya tempe digoreng biasa tidak ada kesulitannya. Kami nilai bagaimana mereka mengolah, misal jadi steak, tanpa kehilangan rasa tempe aslinya,” ujar Setiawan.
Kriteria penilaian lainnya meliputi hasil akhir (rasa dan tekstur), perspektif penyajian, serta pendamping (sayur, karbohidrat) dan minuman yang dipasangkan (pairing).
Kombinasi hidangan pendamping dan minuman sangat penting. Karena ini tempe, minuman tradisional yang pas akan dapat nilai plus.
Termasuk kekompakan tim dan hiasan (plating).
“Saya berharap lomba ini bisa mengedukasi generasi milenial bahwa tempe, meski sering dianggap makanan murah, memiliki kandungan gizi (protein dan karbohidrat) yang sangat tinggi,” kata Setiawan.
Lomba Olahan Tempe Tingkat SMK ini menjadi bukti nyata komitmen Pemkab Buleleng dalam melestarikan kearifan lokal, meningkatkan apresiasi terhadap pangan lokal bernutrisi tinggi, sekaligus membina kreativitas generasi muda di bidang kuliner.
Kegiatan ini diharapkan menjadi langkah awal untuk memperkuat ketahanan pangan berbasis potensi lokal dan mengangkat citra tempe Buleleng ke kancah yang lebih luas. (bp/jk/ken)