DENPASAR, Balipolitika.com– Kasus penularan HIV (Human Immunodeficiency Virus) di Provinsi Bali didominasi oleh transmisi atau penularan karena perilaku seksual yang berisiko, yakni perilaku berganti-ganti pasangan dan tak menggunakan kondom.
“Masih paling tinggi dibanding penularan kasus-kasus lain,” kata Dewa Suyetna dari Yayasan Kerti Praja (YKP), Selasa, 20 Mei 2025.
Perilaku penggunan kondom di kalangan Pekerja Seksual (PS) masih tetap di angka 60 persen di mana mereka sangat bergantung pada kemauan pelanggan.
“Kalau pekerja seksnya sebagian besar sudah mengerti karena sudah ada intervensi berupa sosialisasi, tapi pelanggannya yang kadang tak mau pakai kondom,” jelas Dewa Suyetna.
Penggunaan kondom yang masih tergolong rendah pada pekerja seksual menyebabkan tetap tingginya prevalensi Infeksi Menular Seksual (IMS).
Kondisi demikian berdampak pada peningkatan infeksi HIV di Pulau Dewata, Bali.
Dari data kasus HIV-AIDS di Provinsi Bali yang secara akumulatif sejak tahun 1987 sampai Bulan September 2024 telah mencapai 31.361 kasus, kasus transmisi seksual mencapai hingga 91,4 persen dari seluruh kasus yang tercatat.
“Terdiri dari kasus yang biseksual 0,5 persen, heteroseksual 76,4 persen, dan homoseksual 14,5 persen,” sebutnya.
Sesuai dengan hasil pemetaan 2018 oleh YKP, jumlah pekerja seksual di Bali, baik langsung maupun tidak langsung mencapai 2.369 pekerja seks perempuan.
Temuan-temuan terutama hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2007 sampai dengan tahun 2017 menunjukkan belum berubahnya perilaku tidak aman pada hubungan seksual berisiko.
Untuk mengantisipasi hal ini, menurutnya, diperlukan pemahaman mengenai seks yang benar sejak usia remaja agar mereka dapat menghindari perilaku berisiko.
Selain itu, mereka akan dapat mencegah penularan HIV.
Terkait dengan hal itu, pada Kamis, 15 Mei 2025 digelar acara “Pertemuan Konsesus Program Advokasi Mitra AHF” di Yayasan Kerti Praja. .
Selain soal perilaku seks berisiko, ketersediaan kondom juga sering menjadi masalah di tingkat layanan kesehatan.
Contohnya di Puskesmas 2 Kuta Utara yang banyak diakses oleh populasi kunci seperti Pekerja Seks dan Lelaki Suka Lelaki (LSL).
“Kami sering mengalami kekurangan karena memang jumlah yang diperoleh dari dinas terbatas. Biasanya kami kemudian mencari di layanan kesehatan lain seperti di RS Mangusada,” kata Khiliyatun Nisa, dokter di Puskesmas Kuta Utara 2.
Dalam setiap harinya, puskesmas ini didatangi 40 hingga 50 orang yang mengakses layanan dan biasanya mereka membutuhkan kondom.
Meskipun sudah tersedia fasilitas PrEP (Profilaksis Pra-Pajanan) untuk pencegahan HIV, mereka tetap lebih memprioritaskan kondom karena sekaligus untuk pencegahan Infeksi Penyakit Menular Seksual (IMS)
Sementara itu, selain masalah penyediaan kondom di kalangan LSL yang dibutuhkan adalah lubricant atau pelicin dalam melakukan hubungan seks.
Edukasi dan sosialiasi akan lebih menarik bila dua hal tersebut dapat disediakan.
“Pelicin itu memang sudah menjadi kebutuhan khusus dan harganya mahal,” kata Yasa, penjangkau LSL dari YKP.
Perilaku kalangan LSL sendiri perlu mendapat perhatian khusus karena saat ini terjadi peningkatan penularan di kalangan mereka.
Hal ini terlihat dari data tes HIV yang dilakukan YKP di mana dari sekitar 80 LSL yang mengikuti tes ditemukan 7 hingga 8 kasus yang positif HIV.
Berbagai tempat di Bali menjadi daerah tujuan LSL karenanya banyaknya hostpot atau tempat berkumpul.
Selain itu, berbagai aplikasi online memudahkan mereka untuk melakukan pertemuan hingga mencari teman kencan.
Perwakilan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Denpasar, Ni Wayan Yanti menyatakan sosialisasi dan intervensi untuk penggunaan kondom di kalangan kelompok beresiko memang cenderung menurun akhir-akhir ini.
Hal itu disebabkan keterbatasan KPA maupun LSM yang melakukan penjangkauan.
“Di kalangan Pekerja Seksual (PS) juga ada misinformasi karena dianggap sudah cukup dengan PrEP,” katanya.
Menurutnya, diperlukan gerakan bersama agar dapat mendorong peningkatan penggunaan kondom di kalangan kelompok beresiko dan juga kepada masyarakat yang lebih luas untuk pencegahan HIV. (bp/ken)