BALI, Balipolitika.com – Direktorat Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) mencatat selama periode bulan Januari hingga April 2025 melakukan penundaan keberangkatan terhadap 5.000 orang calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) nonprosedural atau ilegal.
Selain itu, Kantor Imigrasi di seluruh Indonesia menunda sebanyak 303 penerbitan paspor.
PMI tujuan Kamboja, menjadi perhatian dari Imigrasi.
Dirjen Imigrasi pun menggelar The 2nd Bilateral Meeting antara Dirjen Imigrasi Kementerian Imipas Indonesia dengan Imigrasi Kerajaan Kamboja di The Mulia Resort Nusa Dua Bali pada Senin (19/5).
Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Imigrasi, Yuldi Yusman mengungkapkan, sebenarnya imigran yang berangkat ke Kamboja tidak semuanya melakukan kegiatan yang illegal. Menurutnya banyak juga tenaga kerja kita yang bekerja betul-betul di tempat yang legal.
Karena ada sedikit perbedaan antara Indonesia dengan Kamboja, di mana Indonesia banyak sekali yang berangkat ke Kamboja, kemudian bekerja di tempat yang menurut Indonesia tidak boleh.
Seperti contoh di tempat judi online yang terindikasi bekerja di sana, sementara di Indonesia tidak boleh.
“Karena banyak sekali warga kita juga yang berangkat ke sana kerja di sana. Dengan adanya kerjasama ini kita harapkan bisa menahan pengiriman tenaga kerja tersebut,” kata Yuldi.
“Jadi dengan adanya kerjasama ini, harapan kita bisa meningkatkan warning terhadap WNI yang ke sana sehingga dengan adanya kerjasama ini kita bisa menahan untuk ada penanganan yang lebih baik ke depannya,” ujarnya.
Mengenai penempatan atase di Kamboja kapan akan terealisasi, Yuldi berharap dapat secepatnya atase di sana namun kembali lagi semuanya butuh proses.
“Kita maunya cepat. Mereka akan lapor menterinya dulu karena Direktur Jenderal Imigrasi Kamboja itu di bawah Kementerian Dalam Negeri. Kalau kita di bawah Kementerian Imipas. Jadi mereka lapor dulu, harapannya as soon possible karena itu membuka ruang jabatan juga buat kita,” paparnya.
Mengenai meski banyak kasus WNI yang kena TPPO di Kamboja, namun masih banyak warga yang berangkat?
Yuldi menyampaikan, pihaknya tidak dapat melarang orang untuk bekerja tetapi karena iming-iming bekerja di luar negeri, khususnya di Kamboja itu gajinya cukup besar dari di Indonesia.
Selain itu, para imigran berangkat ke Kamboja berangkat melalui Thailand, Filipina dan Malaysia terlebih dulu.
Hal ini karena tidak ada penerbangan Indonesia ke Kamboja. Namun, dengan kondisi tersebut tidak bisa mendeteksi sebenarnya mau ke mana ternyata ujung-ujungnya ke Kamboja.
Bahkan ada imigran bekerja di tempat-tempat illegal di Kamboja. Contoh kerja di tempat-tempat operator judi online dan lain sebagainya.
“Dengan yang mereka lakukan (melakukan penerbangan tidak langsung ke Kamboja) kita tidak bisa mendeteksi awal karena kita tidak tahu ternyata tujuan akhirnya ke Kamboja. Karena tiket pesawatnya mereka tujuannya Thailand, Filipina dan Malaysia tetapi mereka masuk ke sana (Kamboja) ada yang melalui jalur darat seperti dari Thailand ke Kamboja bisa lewat darat,” tutur Yuldi Yusman.
Ditjen Imigrasi tidak hanya aktif mencegah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di perlintasan dan pada proses penerbitan paspor, namun juga menginisiasi program Desa Binaan Imigrasi.
“Kami juga membantu membangun kesadaran untuk waspada dalam merespon tawaran bekerja di luar negeri, terutama jika mereka memberi keterangan yang tidak benar untuk mendapatkan paspor. Saat ini, ada 185 desa binaan yang kami miliki,” jelas Menteri Imipas, Agus Andrianto dalam The 2nd Bilateral Meeting antara Dirjen Imigrasi Kementerian Imipas Indonesia dengan Imigrasi Kerajaan Kamboja di The Mulia Resort Nusa Dua Bali pada Senin (19/5).
Sementara itu, pertemuan kemarin bertujuan menyepakati kerjasama di bidang perdagangan orang serta mengatasi berbagai tantangan keimigrasian yang kedua negara hadapi.
Seiring dengan peningkatan jumlah Warga Negara Indonesia (WNI), yang berangkat ke Kamboja dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia mencatat maraknya kasus-kasus WNI yang terindikasi bekerja secara non-prosedural yang terjerat dalam online gambling dan scamming. Hal ini mendasari kesepakatan Letter of Intent (LoI) Indonesia-Kamboja dalam pertemuan ini.
Dokumen kerjasama ini menjadi upaya perlindungan, terhadap warga kedua negara dari migrasi ilegal yang di dalamnya tercantum kesepakatan kerjasama dalam hal pertukaran informasi, bantuan teknis, serta pengembangan kapasitas sumber daya manusia.
Melengkapi hal tersebut, baik Pemerintah Indonesia maupun Kamboja menilai perlu adanya penempatan atase imigrasi Indonesia di Kamboja guna memperkuat koordinasi dan kerjasama Indonesia -Kamboja di bidang Keimigrasian.
“Sebagai upaya memerangi TPPO, kami akan menunjuk focal point di masing-masing negara, juga mengintensifkan pertukaran informasi keimigrasian serta sharing best practice penyelesaian permasalahan keimigrasian WNI di Kamboja,” kata Yuldi.
“Saat inilah kemudian penguatan dan melengkapi dari pertemuan yang pertama di Kamboja. Pertemuan pertama kita ke Kamboja dan sekarang mereka yang datang ke sini,” tambahnya.
Selain itu pihaknya di Imigrasi juga telah membatalkan penerbitan paspor, yang terindikasi akan melakukan kegiatan di Kamboja yang tentunya kegiatan ilegal.
Dan kita juga sudah membangun desa binaan, jadi desa binaan itu adalah tempat-tempat di mana banyak warga Indonesia yang akan melaksanakan ataupun akan menjadi tenaga kerja di luar negeri.
“Dengan membuat desa binaan tersebut kita memberikan pemahaman kepada mereka, kemudian memberikan bekap ataupun pelatihan-pelatihan, sehingga pada saat mereka berangkat itu sudah dapat bekal dengan kemampuan dan ilmu yang bermanfaat untuk di negara tujuan mereka,” ungkap Yuldi.
Indonesia secara aktif terlibat dalam memerangi penyelundupan manusia melalui strategi komprehensif yang melibatkan kerja sama di forum bilateral, regional, maupun internasional.
Langkah signifikan telah diambil dengan memasukkan klausul tindak pidana penyelundupan manusia ke dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang memberikan sanksi tegas kepada penyelundup dan fasilitatornya.
Selain itu Imigrasi berperan dalam pencegahan dari hulu keberangkatan pekerja migran non prosedural melalui penundaan penerbitan paspor atau penolakan dan penundaan keberangkatan bagi WNI yang terindikasi sebagai pekerja migran nonprosedural.
“Kami berharap dapat mencapai hasil yang signifikan, terutama dalam upaya melindungi warga negara kita dan memerangi kejahatan transnasional,” harap Agus Andrianto. (BP/OKA)