DENPASAR, Balipolitika.com– Kasus kekerasan fisik terhadap siswi SMP PGRI 7 Denpasar berinisial NPCDD (15 tahun) oleh rekan sekelasnya, NLAP (15 tahun) pada Jumat, 9 Mei 2025 berakhir damai melalui jalur kekeluargaan, Sabtu, 10 Mei 2025.
Kesepakatan damai jelang ujian sekolah pada Rabu, 14 Mei 2025 itu dihasilkan dalam mediasi yang dihadiri oleh kedua belah pihak, baik korban NPCDD maupun pelaku atau anak yang berhadapan dengan hukum berinisiaL LAP beserta orang tuanya.
Selain NPCDD dan NLAP juga hadir siswa putri lain yang lebih dulu bersitegang dengan pelaku, yakni PSW (15 tahun), pihak SMP PGRI 7 Denpasar, Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Provinsi Bali, UPTD PPA Kota Denpasar, Tim Renakta Polda Bali, dan Bhabinkamtibmas Desa Panjer.
Merespons insiden menghebohkan yang mencuri perhatian publik karena terjadi di lingkungan sekolah itu, Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar, Ida Bagus Yoga Adi Putra, S.H., M.Kn. menilai baik korban maupun pelaku harus dilindungi karena keduanya masih berstatus anak-anak atau belum berusia 18 tahun.
Gus Yoga yang juga mengemban amanat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Kota Denpasar mendorong dinas terkait melakukan pendampingan terhadap korban dan pelaku.
Pendampingan dimaksud dapat berupa pendampingan konseling, pendampingan medis, pendampingan psikologis, serta rehabilitasi dan reintegrasi.
“Saya pribadi sangat prihatin. Bukan hanya terhadap korban, melainkan juga terhadap pelaku. Artinya keduanya harus diperhatikan. Mungkin ada masalah di keluarga pelaku sehingga sampai nekat berbuat demikian. Kami mendorong Dinsos Kota Denpasar untuk memberikan konseling gratis bagi korban dan pelaku. Menurut saya pelaku juga korban dalam kasus ini sehingga harus sama-sama diperhatikan. Setahu saya selama ini, UPTD PPA Kota Denpasar bekerja sama dengan Dinsos Kota Denpasar sangat aktif menangani berbagai kasus kekerasan, khususnya terhadap anak dan perempuan,” jelas Gus Yoga.
Gus Yoga menambahkan bahwa anak adalah tumpuan dan harapan orang tua yang nantinya akan menjadi penerus bangsa ini, sehingga sudah seharusnya dilindungi maupun diberikan kasih sayang.
Oleh sebab itu, sudah seharusnya seorang anak mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan perlindungan mulai dari keluarga, kerabat, hingga semua pihak yang memiliki tanggung jawab yang terhadap mereka agar terpenuhi segala kebutuhannya sesuai hak-hak anak.
“Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2024 dijelaskan bahwa perlindungan anak merupakan segala usaha untuk menjamin dan melindungi anak serta hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Jadi, sangat jelas baik korban maupun pelaku harus sama-sama diberikan perhatian khusus,” ungkap Gus Yoga.
Diberitakan sebelumnya, Kepala SMP PGRI 7 Denpasar, I Nyoman Ardika, S.Pd., M.Pd., menjelaskan insiden tersebut berawal dari kesalahpahaman terkait penarikan iuran kelas IXB oleh bendahara kelas (PSW) yang memicu ketersinggungan di antara siswa.
Subdit IV/Renakta Ditreskrimum Polda Bali menjabarkan indisen ini berawal pada Jumat, 9 Mei 2025 pukul 10.00 Wita di ruang kelas IXB SMP PGRI 7 Denpasar.
Kala itu, NLAP dimintai uang kas oleh bendahara kelas berinisial PSW, tapi NLAP merasa bahwa bendahara kelas PSW meremehkan ekonominya.
Singkat cerita, bendahara PSW cekcok dengan NLAP dan korban berinisial NPCDD berusaha melerai.
Dilerai, NLAP meminta agar NPCDD tak ikut campur lalu menjambak rambut korban.
Tak hanya rambut dijambak, NPCDD juga dipukul dan ditendang sehingga mengalami luka cakar pada bagian leher, luka pada bagian bibir, dan lebam pada bagian betis.
Pasal yang dipersangkakan dalam kejadian ini, yaitu Pasal 80 ayat (1) jo Pasal 76 c UU RI No.35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak jo pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 3 tahun 6 bulan. (bp/ken)