GIANYAR, Balipolitika.com- Menjelang hari bahagianya bersama Maxime Bouttier, artis Luna Maya menjalani prosesi siraman yang berlangsung khidmat namun penuh warna di Ubud, Bali, pada Selasa, 6 Mei 2025.
Acara yang digelar di salah satu hotel mewah di kawasan Ubud ini tak hanya dihadiri oleh keluarga dan sahabat dekat, namun juga disaksikan banyak netizen melalui tayangan live di kanal YouTube TS Media.
Prosesi adat tersebut terdiri dari berbagai rangkaian, mulai dari sungkeman, siraman, pecah kendi, hingga dodol dawet yang menjadi salah satu sorotan utama publik.
Prosesi dodol dawet, yang merupakan bagian dari adat pernikahan Jawa, mencuri perhatian karena dibawakan dengan penuh gaya oleh ibunda Luna Maya, Desa Maya Waltraud Maiyer.
Dalam momen itu, Ibu Desa tampil nyentrik namun elegan, mengenakan kebaya pink dengan sanggul klasik, dan yang paling mencolok kacamata hitam yang membuat suasana menjadi santai namun tetap istimewa.
Terlihat dalam tayangan, Ibu Desa duduk di kursi kayu sambil “berjualan” dawet lengkap dengan alat tradisional dan wadah untuk menyimpan uang dari “pembeli”.
Para tamu pun tampak antusias ikut serta dalam prosesi ini, ikut mengantre seolah sedang berada di pasar tradisional.
“Ini sekarang dalam prosesi dodol dawet, keren banget. Ibunya sedang berjualan dengan kacamata hitam. Ibu Desa mantap banget! Aku seneng banget kalau dilayani sama Ibu Desa,” ujar MC acara dengan antusias.
Lalu, apa sebenarnya prosesi Dodol Dawet?
Dodol dawet adalah tradisi unik dalam pernikahan adat Jawa yang sarat makna.
Dalam prosesi ini, orang tua mempelai wanita khususnya sang ibu berperan sebagai penjual dawet, sementara tamu atau kerabat yang hadir bertindak sebagai pembeli.
Pembayaran dawet biasanya menggunakan kepingan koin kuningan atau uang kertas, yang melambangkan doa agar pasangan pengantin kelak mendapatkan rezeki yang lancar, manis, dan melimpah seperti dawet yang disajikan.
Tradisi ini juga menjadi simbol kerendahan hati orang tua, yang rela “turun tangan” demi kehidupan yang baik bagi anaknya, serta menyiratkan harapan agar calon pengantin dapat hidup sederhana namun bahagia bersama.
Prosesi ini semakin hidup ketika dilakukan dengan suasana hangat, tawa, dan keceriaan, seperti yang terlihat dalam acara siraman Luna Maya.
Tidak hanya mempererat hubungan keluarga, momen ini juga menunjukkan bahwa adat bisa disampaikan dengan cara yang kekinian dan tetap sakral.
Makna Filosofi Prosesi Dodol Dawet
Prosesi dodol dawet masuk dalam rangkaian acara pernikahan Adat Jawa.
Namun, sebelum membahas mengenai makna filosofinya, perlu diketahui mengenai tata cara pernikahan adat Jawa terdiri dari:
1. Prosesi Seserahan
Tahapan awal dalam rangkaian pernikahan adat Jawa dimulai dengan kunjungan keluarga calon pengantin pria ke rumah keluarga calon pengantin wanita.
Tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk secara resmi melamar sang wanita agar menjadi istri bagi putra mereka.
Dalam prosesi ini, pihak pria juga membawa seserahan, yaitu beragam barang sebagai simbol tanggung jawab dan penghormatan.
Isinya bisa berupa perhiasan, perlengkapan pribadi seperti tas dan sepatu, hingga makanan khas tradisional.
2. Ritual Siraman
Beberapa hari sebelum hari pernikahan, biasanya diadakan upacara siraman yang berlangsung di kediaman calon pengantin wanita.
Prosesi ini memiliki makna simbolis untuk menyucikan jiwa calon pengantin sebelum menjalani kehidupan rumah tangga.
Upacara dimulai dengan permohonan restu dari kedua orang tua, kemudian calon pengantin duduk di atas tikar pandan dan disiram air oleh tokoh yang dihormati dalam keluarga.
Siraman ini biasanya ditutup dengan penyiraman air kendi oleh ayah dan ibu masing-masing.
3. Upacara Ngerik
Setelah siraman, prosesi dilanjutkan dengan ngerik, yaitu ritual membersihkan bulu-bulu halus di area wajah calon pengantin wanita.
Upacara ini bertujuan agar calon mempelai tampil lebih bersih, rapi, dan berseri menjelang hari pernikahan.
4. Tradisi Dodol Dawet
Pada acara ini, ibu dari calon mempelai wanita, di bawah payung yang dipegang oleh sang ayah, berperan sebagai penjual dawet.
Para tamu dan keluarga yang hadir akan “membeli” dawet menggunakan pecahan genting sebagai simbol mata uang.
Tujuan dari prosesi ini adalah sebagai bentuk doa dan harapan agar prosesi akad nikah nantinya dipenuhi oleh tamu yang datang serta membawa doa-doa baik untuk pengantin.
5. Upacara Midodareni
Midodareni dilaksanakan di malam hari setelah siraman.
Kata “midodareni” berasal dari “widodari”, yang dalam bahasa Jawa berarti bidadari.
Tradisi ini dilakukan untuk menyimbolkan harapan agar calon pengantin wanita tampil secantik bidadari di hari pernikahannya.
6. Prosesi Panggih
Panggih merupakan pertemuan resmi antara kedua calon pengantin yang dilaksanakan di rumah mempelai wanita.
Rombongan dari pihak pria akan berhenti di depan rumah sambil membawa rangkaian bunga kembar mayang dan seserahan berupa sanggan yang dibungkus daun pisang.
Kembar mayang nantinya akan dibuang di luar rumah sebagai simbol agar pernikahan berjalan lancar tanpa halangan apapun.
7. Upacara Balangan Suruh
Masih dalam rangkaian panggih, kedua mempelai akan berdiri berhadapan dengan jarak lima langkah.
Keduanya lalu saling melempar ikatan daun sirih yang berisi kapur dan diikat dengan benang.
Ritual ini memiliki makna sebagai usaha mengusir pengaruh buruk atau roh jahat yang mungkin ada dalam diri masing-masing calon mempelai. (bp/jk/ken)
.
.