BALI, Balipolitika.com – Alam semesta tercipta oleh Panca Dewata, dari unsur yang halus sampai dengan tingkat yang mempunyai wujud nyata.
Panca Dewata dalam penciptaan alam semesta ini, pertama-tama melahirkan Panca Tan Matra. Bagian Panca Tan Matra, di antaranya adalah dari Brahma lahir Gandha Tanmatra.
Kemudian dari Wisnu lahir Rasa Tanmatra, dari Rudra lahir Rupa Tanmatra, dan dari Sadasiwa lahir Sabda Tanmatra.
“Kemudian kelima Tanmatra ini berkembang dalam wujud yang lebih konkrit, yaitu sabda wujud berupa akasa. Sparsa berupa bayu, Rupa dalam bentuk teja,” jelas Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti.
Rasa berupa apah, dan Gandha berupa pertiwi. Kemudian wujud konkrit dari pertiwi adalah bumi dan tanah. Wujud konkrit dari Teja adalah matahari, bulan, dan bintang.
Wujud konkret dari apah adalah air. Lalu wujud konkret dari bayu adalah angin. Wujud konkret dari akasa atau suara, adalah tumbuh-tumbuhan dan binatang.
“Panca Dewata memiliki peranan sebagai penjaga,” jelas beliau. Sebab Brahma berada di selatan dan bertugas sebagai penjaga bumi. Wisnu berada di utara, bertugas sebagai penjaga air. Rudra berada di barat, bertugas sebagai penjaga bintang, matahari, dan bulan.
Iswara berada di timur, sebagai penjaga udara. Sedangkan Sadasiwa berada di tengah, sebagai penjaga ether. “Semua ini adalah proses bhuana agung,” imbuh pensiunan dosen Unhi Denpasar ini.
Kemudian untuk proses bhuana alit, kata beliau, Brahma dan Wisnu menciptakan tubuh dengan menggunakan sarana tanah dan air.
Rudra menciptakan mata dari teja. Iswara menciptakan nafas dari bayu, dan Sadasiwa menciptakan suara dari akasa. “Setelah terbentuk wujud tubuh, maka atman menjelma dalam kehidupan manusia,” jelas ida rsi.
Selanjutnya Panca Dewata menempati bagian-bagian, dan menjaga serta menumbuhkan kesadaran dan menjiwainya.
Brahma menempati muladara (pernafasan), Wisnu menempati nabhi (pusar), Rudra menempati hati, Iswara menempati leher, dan Sadasiwa menempati ujung lidah.
“Dalam proses perkembangannya, manusia berperan sebagai alat melalui pertemuan laki-laki dan perempuan,” sebut beliau.
Yang menjadi benih manusia rupa suksma, dengan sifat abstrak dan gaib. Rupa suksma inilah yang menjadi sukla, berwarna manik putih kekuning-kuningan.
Sedangkan swanita keluar dari pradhana tattwa. Sukla dan swanita ini kemudian bercampur dalam rahim, hingga terwujud manusia. Atau dalam istilah lazim saat ini proses perkawinan antara pria dan wanita, untuk melahirkan keturunan.
Beliau melanjutkan, dalam konsep ajaran Ganapati Tattwa bahwa pada awal mulanya adalah kosong. Yang ada hanya Siwa dan nirguna. Keadaan itu Sukha Acintya.
Yaitu keadaan maha bahagia yang tidak terpikirkan. Kemudian terjadi evolusi, dari Sang Hyang Sukha Acintya muncullah Sang Hyang Jnana Wisesa. Atau pengetahuan yang mulia.
“Ia berbadankan alam semesta, tetapi tidak ternoda, tidak terpengaruhi oleh apapun, dan tidak terjangkau. Ia berkeadaan wisesa, maha kuasa. Ia Sang Hyang Jagat Karana,” ucap beliau.
Sebab ia memiliki ilmu pengetahuan yang maha kuasa, dan sebagai penyebab dunia atau alam semesta dengan segala isinya.
Lanjut beliau, ia menampilkan diri dalam aspek saguna. Kemudian ia menciptakan yang berkeadaan nyata (paras). Serta yang berkeadaan tidak nyata (para) dan sunia sebagai bayanganNya sendiri.
Sang Hyang Jagat Karana bersemayam dalam sunia. “Dari sini beliau mengadakan ciptaanNya berturut-turut,” jelas ida rsi.
Di antaranya adalah Ongkara Suddha, suara. Windu prana suci, yang di dalamnya terdapat nada prana jnana suddha.
Dari windu lahir Panca Dewata atau Panca Dewa Atma yaitu Brahma, Wisnu, Rudra, Iswara, dan Sang Hyang Sadasiwa.
“Kemudian dari kelima dewa tersebut maka Brahma, Wisnu dan Siwalah sebagai badan perwujudan Tuhan itu sendiri,” kata beliau.
Sedangkan Tuhan Yang Maha Esa (Brahman), yang tak terpikirkan atau Acintya terlukiskan berada dalam hati dan batin yang suci yaitu Guhyalaya.
“Sedangkan untuk memuja beliau menggunakan Catur Dasaksara yaitu, Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang, Ang, Ung, Mang, Ong,” sebut ida rsi. (BP/OKA)