BADUNG, Balipolitika.com- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali menghadiri acara pembahasan Formulir Kerangka Acuan ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan) kegiatan konservasi pantai di Kabupaten Badung, Kecamatan Mengwi, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Provinsi Bali oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Badung (PUPR Badung), Kamis, 20 Februari 2025.
Pembahasan dokumen ini berlokasi di Kantor Desa Tibubeneng dan dihadiri juga oleh perwakilan penanggung jawab kegiatan, yakni Anak Agung Rama Putra Pemayun selaku Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Badung.
Acara dipimpin oleh Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali serta dihadiri oleh berbagai instansi terkait dengan melakukan kunjungan ke salah satu lokasi di lapangan, tepatnya di Pantai Magening Cemagi, Badung.
Dilanjutkan dengan rapat pembahasan Formulir Kerangka Acuan Kegiatan Konservasi Pantai Badung ini.
Secara garis besar kegiatan konservasi Pantai Badung ini merupakan penanganan kawasan pantai dengan satu konsep penanganan yang dilakukan dalam 1 sistem pantai yang mana lokasinya ruas Petitenget-Batu Bolong, ruas Batu Bolong-Pererenan, ruas Pererenan-Seseh, ruas Seseh-Cemagi, ruas Cemagi-Mengening dan ruas Mengening-Muara Yeh Penet.
Kegiatan ini rencananya akan dilaksanakan sepanjang pantai mencakup wilayah darat hingga perairan laut dalam dengan total panjang pantai 7.960 meter.
Konservasi Pantai Badung yang direncanakan adalah berupa: a. Bangunan Pengaman Pantai b. Revetment; c. Beachfill/Pengisian Pasir; d. Walkway dan Jalan Inspeksi; dan e. Jembatan
Made Krisna “Bokis” Dinata, S.Pd., M.Pd. selaku Direktur Eksekutif Walhi Bali turut hadir dalam acara pembahasan formulir kerangka acuan ini dan menyinggung dokumen proyek terkait banyak hal yang tidak jelas.
Bahkan termasuk lampiran lokasi yang ditampilkan dalam dokumen hasil penapisan amdalnet tidak jelas, tidak sesuai lokasi, dan menyesatkan.
Dokumen tidak menunjukan lokasi dimana rencana usaha akan dilakukan, melainkan menunjukan lokasi yang berbeda dari pembahasan.
“Lokasi yang ditujukan dalam penapisan Amdalnet malah area di Selat Makasar dengan Pulau Kalimantan terlihat jelas dan sebagian Pulau Sulawesi. Kami menilai jika dokumennya tidak jelas dan tidak menginformasikan lokasi secara jelas sehingga. Kami mendesak Plt. Kepala Dinas Kehutanan Dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali untuk menolak dokumen ini,” sentil Bokis.
Hal yang paling parah disoroti oleh Krisna Bokis adalah mengenai PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) dan KKPRL (Konfirmasi Kesesuaian Ruang Laut) yang dinilai tidak jelas dan tidak sesuai dengan apa yang direncanakan dari yang tertuang dalam dokumen ini.
Mengacu kepada dokumen PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) yang terlampir dalam dokumen proyek ini terdapat perbedaan signifikan antara lampiran koordinat yang diajukan (ada 158) dan yang disetujui (ada 45) dengan area yang sangat berbeda dan menimbulkan ketidaksinkronan seluas ±50.338,74 meter persegi atau sekitar ±5,03 hektar lahan.
Selain itu, mengacu kepada data peta garis pantai Indonesia yang dikeluarkan Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagian area koordinat PKKPR yang disetujui berada di luar garis pantai alias di laut seluas ±134.572,03 meter persegi.
Tidak hanya itu, hasil overlay koordinat PKKPR yang disetujui ini juga tidak sinkron dengan rencana kegiatan pembangunan pada setiap sub beach cell dan ditemukan banyak rencana kegiatan yang berada di luar area koordinat PKKPR yang disetujui.
Total luasan dari ketidaksesuaian yang ditemukan secara indikatif seluas ±70.971,11 meter persegi atau ±7,09 hektare dan dari indikasi total panjangnya, terindikasi ketidaksesuaian pembangunan ini sepanjang ±8.327,02 meter atau ±8,33 km.
Di dalam forum juga terungkap jika banyak regulasi yang belum lengkap, semisal rekomendasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Bali terkait rencana pembangunan jetty pada titik-titik yang direncanakan di sepanjang Pantai Badung ini juga belum dimiliki.
Parahnya, rencana proyek konservasi ini juga belum memiliki PKKPRL (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) yang semestinya menjadi kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
“Konsultasi KA ANDAL ini semestinya belum bisa dilaksanakan, mengingat pemrakarsa belum memiliki izin PKKPRL. Kami dengan tegas mendesak agar pembahasan KA ANDAL ini diulang,” tegas Bokis.
Lebih lanjut, dalam dokumen ini juga tidak menjelaskan bagaimana potensi dampak serta simulasi gelombang yang akan terjadi di sepanjang Pantai Badung yang akan dibangun pengaman berupa pengaman pantai ini.
Pasalnya, proyek ini disinyalir akan merubah bentang alam di pesisir dan laut di mana memiliki potensi serta dampak terhadap pesisir lain di Bali.
“Banyak penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkanpembangunan seperti groin, jetty, dan submerged breakwater memiliki potensi dampak negatif dan justru memindahkan masalah ke tempat lain atau pantai lain, sehingga hitungan potensi dampak dari adanya pembangunan ini menjadi amat penting dan prinsip” imbuhnya.
Dikonfirmasi terpisah, I Made Juli Untung Pratama, S.H.,M.Kn., Divisi Advokasi Kekal (Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup) Provinsi Bali juga turut memberikan komentar terhadap rencana proyek ini.
Pihaknya menyampaikan jika pelibatan masyarakat terdampak terhadap adanya suatu kegiatan sangatlah penting.
“Kami menilai jika pemrakarsa belum melakukan sosialisasi secara maksimal terhadap desa-desa terdampak. Hal tersebut terlihat hanya 2 desa saja, yakni Desa Tibubeneng dan Desa Cemagi yang dilibatkan dalam konsultasi publik terkait dengan adanya kegiatan ini. Padahal lokasi kegiatan mencangkup 6 desa terdampak di sepanjang lokasi Pantai Badung yang meliputi Kelurahan Kerobokan Kelod, Desa Tibubeneng, Desa Canggu, Desa Pererenan, Desa Munggu, dan Desa Cemagi. Hal tersebut juga diperkuat dari banyaknya tokoh masyarakat yang turut mengikuti kunjungan lapangan dan pembahasan dokumen kegiatan ini belum terinformasikan secara jelas. Kami mendesak pemrakarsa untuk melibatkan seluruh desa terdampak, serta memberikan informasi secara rinci terutama terhadap potensi dampak yang akan ditimbulkan dari adanya proyek atau kegiatan ini,” imbuh Untung Pratama.
Di akhir acara ini, Made Krisna Bokis Dinata, S.Pd., M.Pd. bersama Ida Bagus Arya Yoga Bharata, S.Pd. menyerahkan surat tanggapan dan diterima oleh Ida Ayu Dewi Putri Ary selaku pimpinan rapat yang mewakili Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali. (bp/ken)