SOSOK – Penari joged bumbung yang menjadi korban pelecehan saat menari dan tiba-tiba seorang pria menciumnya.
BALI, Balipolitika.com – Viral di media sosial, video penari joged bumbung yang sedang tampil tiba-tiba oleh orang tak dikenal menciumnya.
Penari tersebut awalnya menarikan joged bumbung seperti biasa, hingga akhirnya tiba-tiba ada seorang laki-laki dari belakang mencium penari tersebut.
Sontak penari tersebut sempat terkejut dan memegang pipinya. Setelah insiden itu, penari tersebut melanjutkan menari joged bumbung dengan wajah seperti menahan tangis.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Gede Arya Sugiartha, mengatakan tindakan tersebut merupakan efek dari maraknya joged jaruh.
“Sehingga akhirnya kan ada semacam stigma dari penonton itu jadi dengan keberanian-keberanian itu. Kan tidak semua joged bergerak tidak senonoh.
Akhirnya penonton menstigma dan menggeneralisir jadi semua joged bisa dicium diperlakukan seperti itu,” kata Prof Sugiartha.
Prof Sugiartha mengatakan, oknum yang mencium penari joged tersebut juga merupakan oknum yang nakal dan semestinya jika ingin dekat dengan penari bisa melakukan ngibing.
Prof Sugiartha sangat menyayangkan aksi oknum yang juga penonton tersebut, sebab mencuri kesempatan untuk mencium.
Terlebih di video penari terlihat kesal usai penciuman itu. “Jadi karena memang sekarang banyak terjadi joged-joged tidak senonoh akhirnya masyarakat kurang paham.
Semua penari anggapannya bisa dicium. Padahal tidak semua begitu, bahkan lebih banyak yang baik dari pada joged yang jaruh.
Kalau perbandingan hanya 10 persen saja. Begitu yang viral kan yang 10 persen itu yang vulgar,” paparnya. Prof Sugiartha juga mengakui, susah mengendalikan oknum-oknum seperti itu sebab ini terjadi di muka umum.
Saat ini persebaran konten di media sosial tidak bisa terkontrol. Dan kebudayaan acap kali malah jadi objek.
Ia pun meminta kepada semua masyarakat, agar jangan mencontoh perbuatan tersebut. Mencium joged di muka umum tidak beretika dan membuat persepsi salah tentang joged.
“Edukasi sudah melewati Bendesa Adat, mengumpulkan penari joged, edaran, Paiketan Krama Bali, bahkan membuat semacam kutukan untuk joged-joged yang merusak moral. Langkah-langkah sudah maksimal semoga tidak terjadi lagi. Gitu saja sudah,” katanya. (BP/OKA)