BADUNG, Balipolitika.com- Mengenakan baju orange, Perbekel Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, I Ketut Luki sah menyandang status tersangka terhitung sejak Rabu, 6 November 2024.
Gerak cepat, Subdit III/Tipidkor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali mengumumkan status tersangka tersebut secara resmi dalam jumpa pers di Mapolda Bali, Rabu, 6 November 2024 pasca I Ketut Luki terjaring Operasi Tangkap Tangan alias OTT di Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung Badung pada Selasa, 5 November 2024 sekitar pukul 10.25 Wita di di Areal Parkir Utara Pusat Pemerintahan (Puspem) Badung, Jalan Raya Sempidi, Kelurahan Sempidi, Kecamatan Mengwi, Badung.
I Ketut Luki yang tercatat sebagai warga Banjar Tanggayuda, Bongkasa itu terancam pasal dugaan tindak pidana korupsi dalam posisi sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Kasubdit 3/Tipidkor Ditreskrimsus Polda Bali AKBP M. Arif Batubara, didampingi Kabagbinopsnal AKBP Ni Nyoman Yuniartini memaparkan sejumlah pasal yang dipersangkakan kepada pria pemilik senyum manis tersebut.
Pertama, Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 sebagaimana perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi.
“Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000 dan paling banyak Rp1.000.000.000. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,” urai AKBP M. Arif Batubara.
Kedua, Pasal 12 Huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 sebagaimana perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi.
“Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000 dan paling banyak Rp1.000.000.000. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,” imbuh AKBP M. Arif Batubara. (bp/ken)