BADUNG, Balipolitika.com- 120 tahun kokoh sejak indikasi crack atau retakan tebing pertama kali ditemukan di bawah Utama Mandala Pura Sad Kahyangan Uluwatu pada tahun 1904, kini Pemerintah Kabupaten Badung melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) sedang melakukan proyek “penyelamatan”.
Mengacu data, proyek penanganan tebing retak di Pura Luhur Uluwatu, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung bernomor kontrak 610/8544/PUPR senilai Rp78.642.040.886 yang bersumber dari APBD Badung Tahun Anggaran 2024 dengan waktu pelaksanaan selama 160 hari kalender atau hingga akhir bulan Desember 2024.
Selain Dinas PUPR Badung, Proyek Pembangunan Seawall dan Bangunan Pengaman Sungai/Pantai dan Penanggulangan Bencana Alam Penanganan Tebing Retak di Pura Uluwatu, Kecamatan Kuta Selatan ini menjalin kerja sama operasional alias KSO dengan PT Galakarya, PT Parama Adhi Pratama, PT Wahana Adya Konsultan, PT Parama Krida Pratama serta Manajemen Konstruksi (MK) dari Fakultas Teknik Universitas Udayana.
PT Galakarya, PT Parama Adhi Pratama, PT Wahana Adya Konsultan, PT Parama Krida Pratama dipilih melalui proses tender pada 24 April 2024 hingga 24 Juli 2024 yang diikuti oleh 5 penyedia jasa.
Menyikapi titik spot kerusakan tebing berada pada lokasi sulit dijangkau lantaran topografi tebing yang sangat curam sekaligus tidak adanya jalan akses serta lahan sangat terbatas, maka diputuskan untuk membuat jalan akses menuju pantai dengan mengeruk bukit.
Jalan akses ini dinilai sangat penting sebagai lalu lintas material di fase konstruksi.
Setelah proyek tuntas, jalan akses beraspal dengan panjang total 450 meter dan lebar 6 meter termasuk drainase kanan kiri ini hanya digunakan untuk kegiatan ibadah keagamaan atau upacara Melasti dan bukan untuk aktivitas pariwisata.
Meski mengacu kontrak 610/8544/PUPR nilai proyek ini senilai Rp78.642.040.886, diketahui total angka khusus pelaksanaan kontruksi yang dicantumkan oleh PT Galakarya, PT Parama Adhi Pratama, PT Wahana Adya Konsultan, PT Parama Krida Pratama serta Manajemen Konstruksi (MK) Fakultas Teknik Universitas Udayana di angka Rp70.848.685,464.
Biaya pelaksanaan konstruksi dimaksud mencakup (1) pekerjaan persiapan Rp2.677.737.240, (2) pekerjaan jalan akses Rp20.021.582.136, (3) pekerjaan struktur pelindung pantai jalan akses Rp38.035.593.498, (4) pekerjaan struktur perbaikan tebing Uluwatu Rp7.724.238.825, (5) penataan kawasan Pura Beji Rp1.262.669.363, (6) pekerjaan landskap Rp308.496.460, (7) pelaksanaan sistem manajemen dan keselamatan lalu lintas Rp818.367.943 sehingga total pelaksanaan konstruksi ini menelan biaya Rp70.848.685.464.
Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Badung, Anak Agung Rama Putra, diwawancarai pada Senin, 14 Oktober 2024 merinci lingkup pekerjaan proyek dengan tanggal kontrak 25 Juli 2024 ini mencakup 4 hal.
Pertama, jalan akses menuju pantai. Perlu direncanakan dan dibangun jalan akses menuju pantai di bawah tebing Pura Uluwatu sebagai sarana teknis dan religius. Sarana teknis (pemeliharaan tebing Uluwatu dan perlindungan pantai) sedangkan religius mencakup sarana upacara keagamaan untuk melasti atau melis.
Kedua, revetment atau armor. Erosi pada kaki tebing (toe scouring at cliff toe) dapat diatasi dengan penguatan (armouring) sehingga kerusakan pada bagian kaki tebing dapat tereduksi dan sebagai peredam energi gelombang. Untuk itu dibuat jalan akses sepanjang pantai sebagai sarana teknis dengan armouring di bagian sisi perairan.
Ketiga, penanganan tebing di bawah Pura Uluwatu. Kondisi keretakan pada bagian tebing ini harus dianalisa dan dipastikan solusi penanganannya. Hal ini dilakukan dengan mempertahankan nilai religius dan kepastian dari keselamatan Pura Luhur Uluwatu.
Keempat, Pura Beji. Pura ini merupakan pura bagian Uluwatu yang akan dilakukan renovasi untuk meningkatkan kondisi dan pelayanan bagi kegiatan ritual keagamaan di Pura Uluwatu.
Anak Agung Rama Putra menjelaskan bahwa setelah melakukan pembuatan jalan inspeksi menuju area pantai, proyek dilanjutkan dengan penyiapan pembangunan seawall yang akan berfungsi melindungi tebing dari ancaman abrasi.
Jelasnya jalan inspeksi yang memangkas tebing ini merupakan metode paling masuk akal karena mengingat berat material proyek ini di atas 200 kg.
“Jalan inspeksinya masih kita tata karena nantinya menjadi akses untuk penurunan material,” ujarnya Anak Agung Rama Putra.
Usai jalan inspeksi rampung, akan dilakukan pemasangan geotextile, yaitu bahan yang digunakan untuk memperbaiki struktur tanah dilanjutkan dengan penurunan dan penataan bolder atau bongkahan batu besar plus pemasangan silt protector di laut yang berfungsi untuk mengurangi pencemaran air laut.
Setelah itu, proyek pembangunan seawall dan pengaman pantai sekaligus penanggulangan bencana alam penanganan tebing retak di Pura Uluwatu dilanjutkan dengan pembuatan struktur fisik pelindung atau revetment di sepanjang tebing pantai sehingga ombak tak langsung menghantam tebing dan menimbulkan abrasi.
Saat ini kondisi cekungan sudah terlihat sangat jelas di bagian bawah tebing Pura Uluwatu dan setiap saat terus bertambah.
Anak Agung Rama Putra menegaskan proyek ini benar-benar hanya untuk penanganan keretakan tebing dan jalan inspeksi nantinya akan ditutup karena hanya untuk kepentingan pemeliharaan atau upacara keagamaan.
Hal itu menjadi kesepakatan dengan pihak pengemong (pemilik kewenangan) dan pengempon (pengurus) Pura Uluwatu dan Desa Adat Pecatu.
“Jadi tidak mungkin ada alih fungsi lahan, apalagi di sebelah jalan adalah jurang,” katanya.
“Karena itu kami mohon permakluman dan dukungan semua pihak. Di sini tujuannya benar-benar hanya untuk penyelamatan pura,” tegas Anak Agung Rama Putra sembari menjelaskan kembali bahwa metode pembuatan jalan yang mengeruk tebing dilakukan karena pilihan lain sulit dilakukan; mustahil mengangkut batu-batu besar serta tetrapod dengan kapal.
Usai seawall dibangun, Anak Agung Rama Putra menyebutkan proyek akan dilanjutkan dengan penanganan keretakan tebing.
Penanganan keretakan ini dilakukan dengan mengecor bagian-bagian yang retak diisi dengan semen yang tak terpengaruh oleh cuaca dan rembesan air.
Merespons isu yang menggelinding, khususnya di media sosial, Anak Agung Rama Putra menjawab lugas.
“Isu yang berkembang bahwa lahan alih fungsi, kedua kerusakan alam. Dua isu yang menjadi masalah dalam penanganan ini (proyek penyelamatan Pura Uluwatu, red) perlu kami sampaikan bahwa jalan inspeksi sebelahnya itu sudah jurang. Jadi tidak mungkin untuk alih fungsi lahan. Kedua, ini adalah kawasan pura yang sudah dalam pararem desa adat setempat. Jadi tidak mungkin ada untuk alih fungsi. Ketiga, kita melakukan jalan inspeksi dengan mengeruk tebing, metode ini paling efektif efisien, paling masuk akal dengan ketinggian daripada tebing sampai 97 meter. Jadi, coba seluruh elemen masyarakat memahami kondisi yang kita lakukan. Fungsi daripada jalan ini kita sudah ada (izin, red) dari pengeling dan pengempon, kesepakatan bahwa tidak untuk jalan umum. Jadi ini khusus untuk jalan inspeksi pelaksanaan pekerjaan dan nantinya untuk mengontrol pemeliharaan tebing-tebing karena kita takut ada gempa dan sebagainya seperti hasil kemarin untuk tim lorak (pendaki tebing khusus, red) menemukan ada bagian tebing yang mengalami keretakan yang nota bene isunya 10 centimeter, ternyata 50, 60 (centimeter, red). Jadi dari sana kita bisa mengantisipasi permukaan atas sifat batu yang harus kita pahami ketika ada batu keras, ada agak gembur sedikit, ya kita usahakan tidak ada rembesan air,” tegasnya. (bp/tim)