Ilustrasi Pixabay – Mebanten Kuningan harus selid sebelum jam 12 siang, filosofinya karena roh leluhur dan para dewa serta bhatara sudah balik ke sunia loka.
BALI, Balipolitika.com – Sudah sejak lama, masyarakat Hindu menjalankan dan merayakan hari suci Kuningan setelah hari suci atau hari raya Galungan.
Menjadi pakem di masyarakat sejak dahulu, bahwa saat Kuningan harus mebanten atau menghaturkan upakara sebelum siang hari.
Bahkan banten yang telah di haturkan pada pagi hari, biasanya lungsurannya pada siang harinya.
Orang tua Hindu di Bali, biasanya menyebutkan kepada anak-anaknya agar mebanten sebelum jam 12 siang. Bukan tanpa alasan, sebab hal ini tertuang di dalam lontar Sundarigama.
Dalam lontar Sundarigama, bahwa pada Sabtu Kliwon Kuningan, merupakan hari suci Tumpek Kuningan atau hari raya Kuningan.
Saat Kuningan ini, sebagai turunnya para dewa dan roh leluhur ke dunia untuk menyucikan diri. Sembari menikmati persembahan dari umat Hindu.
Pada hari suci Kuningan, umat Hindu akan membuat persembahan dan sesajen kepada para roh leluhur dan para dewa.
Berupa nasi sulanggi, tebog, raka-raka, pasucian, canang wangi-wangian, segehan agung. Serta membuat gegantungan, tamiang, caniga, yang dipasang di tepi atap bangunan.
Ada pula sesajen untuk manusia, terdiri dari sasayut, prayascita luwih, penek kuning, daging itik putih, panyeneng, tatebus dan lain sebagainya.
Hal itu bermakna untuk mengheningkan batin dan pikiran, agar tetap jernih dan suci. Dalam lontar Sundarigama, koleksi Geria Gede Banjarangkan Klungkung, bahwa saat Kuningan agar umat Hindu merenung, mengetahui, memahami hakekat diri sendiri.
Guna dapat menempatkan diri, serta berperan baik dan benar dalam hidup di dunia ini. Ada pula yang unik saat Kuningan, yakni etikanya banten harus selesai sebelum siang hari.
Sebab dalam lontar Sundarigama, bahwa saat hari suci Kuningan para dewa dan roh leluhur turun ke dunia pada pagi hari. Untuk memberikan anugerah keselamatan dan kesejahteraan kepada umat.
Kemudian roh leluhur dan pada dewa kembali ke surga sebelum tengah hari. Sebab, apabila umat Hindu melakukan perayaan pada siang atau bahkan sore hari, maka tidak ada para dewa dan para roh leluhur di dunia lagi karena telah kembali ke sorga. Dengan demikian perayaan siang atau sore hari dianggap sia-sia. (BP/OKA)