Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

Akademisi Pesimis, Ambara Putra Tolak Bali Jadi Sapi Perahan Pusat

OPTIMIS: Anggota Komite 1 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia; Penggantian Antarwaktu Anggota DPD RI Perwakilan dari Provinsi Bali, Gede Ngurah Ambara Putra, S.H. konsisten menuntut hak-hak Bali di pusat.

 

DENPASAR, Balipolitika.com Jalan terjal menghadang perjuangan Anggota Komite 1 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia; Penggantian Antarwaktu Anggota DPD RI Perwakilan dari Provinsi Bali, Gede Ngurah Ambara Putra, S.H. yang menuntut hak-hak Bali di pusat.

Saat peluang itu terbuka sebagaimana bahasan Rapat Harmonisasi, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Pertama atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Kamis, 20 Juni 2024 di Jakarta, akademisi Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, Prof. Ida Bagus Raka Suardana pada Selasa, 25 Juni 2024 sebagaimana diberitakan salah satu media lokal Bali malah berpendapat bahwa mustahil Pemprov Bali meminta dana bagi hasil (DBH) dari devisa pariwisata. 

Prof. Ida Bagus Raka Suardana berdalih devisa dari sektor pariwisata berbeda dengan devisa hasil sumber daya alam (SDA) di mana devisa SDA ini kontribusinya bisa langsung masuk ke kas negara dan kas daerah. 

Di sisi lain, devisa pariwisata merupakan uang atau valuta asing yang diterima oleh mereka yang bergerak atau berbisnis di industri pariwisata, baik individu maupun badan usaha. 

Merespons pesimisme yang dilontarkan sang akademisi, Ngurah Ambara Putra mengaku optimis dan berharap adanya perubahan undang-undang merespons usulan agar 2 persen dari dana bagi hasil devisa pariwisata Bali dialokasikan untuk budaya dapat terwujud.

Kepada redaksi Balipolitika.com, Ngurah Ambara Putra menegaskan upaya untuk melindungi warisan budaya dan kearifan lokal di Bali menjadi semakin penting di tengah pesatnya perkembangan pariwisata. 

Dengan pemerintah yang berperan sebagai pengelola sumber daya negara, alokasi dana dari devisa pariwisata untuk keperluan pelestarian budaya menjadi langkah yang membumi dan strategis bagi pembangunan berkelanjutan Bali ke depan.

Sebuah inisiatif yang menarik perhatian ini mengundang pertanyaan tentang sumber dana dan siapa yang seharusnya bertanggung jawab. 

Lalu Bali akan minta Dana Bagi Hasil (DBH) 2 persen dari devisa pariwisata, lantas kepada siapa harus memintanya? Jika diminta ke pemerintah pusat, bagaimana perhitungannya sebab selama ini pusat memperoleh dari pajak biasa seperti PPH dan PPN.

Ngurah Ambara Putra menekankan hal ini telah disampaikannya beberapa waktu lalu kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia setelah melakukan penyerapan aspirasi masyarakat Bali dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI dengan Kementerian Dalam Negeri RI pada 14 Mei 2024. 

Dalam raker ini disepakati bahwa terdapat urgensitas untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Pihaknya berharap inisiasi usulan ini dapat terealisasi dan diakomodir untuk kepentingan bersama dalam memajukan budaya, desa adat, dan subak di Provinsi Bali, serta meraih potensi ekonomi yang lebih baik melalui sektor pariwisata.

Menurutnya, keberadaan sumber daya budaya di Bali berkontribusi besar terhadap industri pariwisata. 

Pada tahun 2023, Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Bali mencapai Rp275 triliun di mana 70 persen di antaranya berasal dari devisa pariwisata.

“Usulan ini tidak hanya bertujuan untuk pelestarian budaya, namun juga untuk memastikan keberlanjutan industri pariwisata yang merupakan aset penting bagi pertumbuhan ekonomi Bali,” kata Ngurah Ambara Putra sembari menegaskan dirinya menolak Bali hanya jadi “sapi perahan” pusat.

Ngurah Ambara Putra berharap dengan adanya perubahan undang-undang ini nantinya usulan agar 2 persen dari dana bagi hasil devisa pariwisata Bali dialokasikan untuk budaya dapat terwujud.

“Saya yakin dengan dukungan semua pihak, usulan ini dapat terwujud dan membawa manfaat bagi pelestarian budaya dan kesejahteraan masyarakat Bali,” terang Ngurah Ambara Putra.

Bebernya, memang devisa pariwisata sekitar Rp180 triliun itu tidak dicatat sebagai penerimaan kas dalam APBN.

“Perlu diperjelas kembali, permohonan untuk mendapatkan 2 persen dari besaran potensi devisa pariwisata yang secara langsung berdampak pada PDB. Intinya bertujuan dalam rangka pelestarian budaya, adat, dan subak. Karena secara faktual besaran potensi PDB di Bali 70 persen berasal dari besaran devisa pariwisata sehingga menjadi logis pengalokasian dana pelestarian yang dimohonkan dari pemerintah pusat. Nantinya melalui pajak yang dihasilkan dari berbagai transaksi ekonomi yang terkait dengan pariwisata, potensi pendapatan pajak dari besaran PDB yang signifikan dapat diraih,” tandas sosok yang pernah mengenyam pendidikan kedokteran di salah satu universitas ternama tanah air. 

Ngurah Ambara Putra mencontohkan salah satunya terkait pembayaran pajak hotel hingga pengeluaran sehari-hari seperti membeli barang-barang lokal di mana setiap transaksinya memicu pengumpulan pajak yang berkontribusi pada pendapatan negara. 

“Dengan begitu, kendati anggaran yang diusulkan hanya sebesar 2 persen dampak positifnya dapat terasa meluas melalui kontribusi ekonomi yang berlipat-lipat. Hal ini dilakukan semata-mata sebagai upaya untuk melindungi warisan budaya dan kearifan lokal di Bali menjadi semakin penting di tengah pesatnya perkembangan di sektor pariwisata,” tegas Ngurah Ambara Putra. (bp/ken)


Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!