DISKUSI DILARANG: Sosok Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H., M.Hum., Eks Ketu Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang jadi korban pengusiran ormas Patriot Garuda Nusantara saat hendak diskusi di Denpasar, Bali, Selasa, 21 Mei 2024.
DENPASAR, Balipolitika.com- Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H., M.Hum., Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia periode pertama di era Reformasi sekaligus yang termuda dari unsur Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan terpilih pertama kali 2003-2008 diusir oknum ormas PGN alias Patriot Garuda Nusantara Selasa, 21 Mei 2024 saat hendak menjadi narasumber diskusi di Hotel Oranje, Hayam Wuruk, Denpasar, Bali.
Atas pengusiran, tindakan persekusi, dan intimidasi oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) intoleran pada diskusi The Peoples Water Forum pada Senin dan Selasa, 20-21 Mei 2024, Denpasar Demokrasi Forum mengeluarkan pernyataan sikap resmi.
“Peristiwa tersebut dilakukan oleh oknum ormas tersebut untuk membubarkan acara diskusi terbatas The Peoples Water Forum yang diadakan dan dihadiri sejumlah aktivis, akademisi, mahasiswa, dan masyarakat berdasarkan undangan secara private yang sedang berdiskusi tentang membicarakan masalah air di Bali, Indonesia, dan dunia,” ujar Koordinator Denpasar Demokrasi Forum, Ignasius Darmawan, Selasa, 21 Mei 2024.
Pembubaran pada Senin, 20 Mei 2024 jelasnya dilakukan dengan menerobos masuk ke lokasi diskusi, mencopot paksa atribut diskusi, dan melakukan intimidasi verbal dan fisik terhadap para peserta diskusi.
“Bahwa pada tanggal 21 Mei 2024 kembali dilakukan intimidasi dengan bentuk penghadangan, penguncian ruang diskusi, melakukan intimidasi verbal dan fisik terhadap peserta diskusi bahkan melakukan pengusiran tamu undangan, jurnalis, dan pembicara. Salah satu yang diusir adalah dr. I Dewa Gede Palguna, S.H.,M.H., mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,” beber Ignasius Darmawan.
Diusir ormas PGN, dr. Dewa Gede Palguna mengatakan selaku seorang akademisi ia sejatinya ingin memanggungkan nama Indonesia di mata dunia.
Hal fundamental dan niat mulia itu jelas akademisi Fakultas Hukum Universitas Udayana hilang gara-gara ketakutan yang tidak jelas.
“Statement saya juga mungkin sudah viral. Bahwa sesungguhnya saya justru ingin memanggungkan nama Indonesia di mata dunia karena yang hendak saya presentasikan adalah bagaimana Konstitusi Indonesia (UUD 1945, c,q. Pasal 33) melindungi sumber daya air. Bukan hanya itu, bahkan mengaitkannya langsung dengan gagasan negara kesejahteraan; bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dan itu bukan hanya omongan di atas kertas, tetapi benar-benar ditegakkan yaitu lewat putusan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian UU tentang Sumber Daya Air. Dunia pasti tidak mungkin membantah sebab selain karena saya dosen, ada dua kualifikasi saya yang tak mungkin mereka bantah yang membuat saya kompeten berbicara soal itu,” jelas dr. Dewa Gede Palguna.
“Pertama, saya adalah bagian dari pelaku perubahan UUD 1945 sehingga saya paham betul maksud keseluruhan ketentuan dalam UUD 1945; Kedua, saya adalah juga bagian yang ikut memutus perkara pengujian UU Sumber Daya Air itu. Bahkan, jika ada kesempatan, saya sesungguhnya hendak menambahkan keterangan bahwa perlindungan Konstitusi terhadap sumber daya air itu bukan semata-mata demi melindungi sumber daya air melainkan mengaitkannya dengan gagasan negara kesejahteraan, suatu hal yang sudah sangat maju pada zamannya sebagaimana yang kemudian saya ulas dalam buku saya ini, Welfare State Vs. Globalisasi. Gagasan Negara Kesejahteraan di Indonesia (Rajawali Pers, 2019). Namun kesempatan untuk mengabarkan hal fundamental itu jadi hilang gara-gara ketakutan tak jelas,” ungkap dr. Dewa Gede Palguna menyayangkan.
Lebih lanjut, dr. Dewa Palguna menambahkan pengujian Undang-Undang Sumber Daya Air ditolak MK karena terlalu membuka peluang privatisasi atau komersialisasi air.
Diberitakan sebelumnya, Denpasar Demokrasi Forum menyatakan sikap sebagai berikut.
Pertama, Denpasar Demokrasi Forum mengutuk tindakan menjijikan yang dilakukan oleh oknum ormas intoleran yang anti demokrasi dan telah merendahkan martabat dan hak asasi manusia dan melanggar Pasal 28 UUD 1945.
Kedua, Denpasar Demokrasi Forum mengecam tindakan pembiaran kepolisian Bali atas sikap-sikap arogansi dari pihak oknum ormas yang mengintimidasi dan mempersekusi hak sipil.
Ketiga, Denpasar Demokrasi Forum meminta kepada Kepolisian Wilayah Bali untuk menjamin hak warga negara untuk berkumpul dan menyatakan pendapat.
Keempat, Denpasar Demokrasi Forum meminta pihak kepolisian menindak tegas serta menangkap ormas-ormas yang melakukan tindakan intimidasi, persekusi, dan tindakan kekerasan lainnya terhadap warga sipil dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Adapun pernyataan sikap ini dikeluarkan Denpasar Demokrasi Forum di Denpasar pada Selasa, 21 Mei 2024. (bp/ken)