Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Internasional

Roberto Hutabarat: WWF Harus Sentuh Persoalan Rakyat 

Jangan Cuma Kosmetik Belaka

BALI TIDAK BAIK-BAIK SAJA: Aktivis lingkungan, Roberto Hutabarat menilai event internasional di Indonesia, khususnya Bali harus menyentuh persoalan-persoalan riil yang dihadapi masyarakat, bukan sekadar seremonial belaka.

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Parade sampah plastik di Tukad Badung seminggu jelang pelaksanaan World Water Forum ke-10 pada 18-25 Mei 2024 di Nusa Dua, Bali dinilai sebagai hal yang dilematis sekaligus miris bagi banyak pihak. 

Mengusung tema “Water for Shared Prosperity” dengan subtema Ketahanan dan Kesejahteraan Air, Air untuk Manusia dan Alam, Pengurangan dan Manajemen Risiko Bencana, Tata Kelola, Kerja Sama dan Diplomasi Air, dan Pembiayaan Air Berkelanjutan dan Pengetahuan dan Inovasi, persiapan World Water Forum ke-10 yang menguras APBN tidak sedikit seolah ditampar oleh parade sampah plastik di aliran sungai Tukad Badung, Sabtu, 11 Mei 2024. 

Penelusuran redaksi, persiapan penyelenggaraan World Water Forum ke-10 jauh dari berbagai persoalan riil tentang air di Bali. 

Faktanya, saat opening ceremony forum disiapkan dalam rentang waktu pada 10-25 Mei 2024, sungai-sungai di Bali sama sekali tak tersentuh alat berat sekadar untuk dibersihkan atau dipercantik. 

Roberto Hutabarat, salah satu aktivis lingkungan Pulau Dewata menilai pelaksanaan World Water Forum ke-10 akan sama endingnya dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) lain sebelum-sebelumnya di mana Bali hanya diposisikan sebagai etalase belaka.

Pertemuan World Water Forum ke-10 ini kenapa di Bali? Sama seperti KTT sebelum-sebelumnya, G-20, dan sebagainya, Bali ini hanya dilihat sebagai etalase, kosmetik, pariwisata, menguntungkan hotel-hotel, padahal kita tahu ini temanya adalah air yang sangat relevan dengan Bali sendiri. Ada rencana yang kita ketahui versi pemerintah, dalam hal ini Luhut Binsar Panjaitan antara lain membawa delegasi nanti ke Jatiluwih. Itu biasa, untuk wisata, sebagai kosmetik. Saya berpikir tidak mainstream seperti mereka. Saya hanya berpikir bagaimana suara-suara rakyat perseorangan, khususnya di Bali didengar sehingga para delegasi perwakilan dari berbagai negara tidak hanya melihat Bali hanya sebagai etalase. Faktanya, kita juga punya persoalan yang harus dijawab dan diselesaikan misalnya soal kelangkaan air dan sejenisnya,” tandas Roberto Hutabarat diwawancarai baru-baru ini.

“Yang ditampilkan sekarang hanya kosmetiknya saja, tidak menyentuh persoalan rakyat. Banyak persoalan seputar air di Bali. Krisis air yang gila-gilaan di Indonesia, khususnya di Bali kenapa tidak dilihat? Persoalan rakyat tertindas ini harus diangkat. Jangan sampai negara kita hanya menghamba kepada korporasi. Negara kita harus mewujudkan keadilan air kepada rakyatnya sesuai amanat undang-undang,” tegas Roberto Hutabarat. 

“Krisis air di Bali seharusnya ditampilkan di forum internasional semacam World Water Forum ke-10 sehingga masyarakat internasional paham persoalan nyata yang dialami Bali. Cara pandang mereka terhadap Bali jangan cuma jadi tempat etalase kosmetik KTT, tapi masyarakat internasional harus tahu bahwa Bali sedang tidak baik-baik saja; Bali juga punya persoalan; Ayo kita sama-sama bagaimanapun bentuknya, ini yang perlu kita suarakan kepada masyarakat dunia,” tegasnya. (bp/ken)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!