Ilustrasi: M. Kholilullah
MENGENANG UMBU
Umbu menanam Taman dan Tanam
Mengajarkan puisi tanpa kata kata
Tumbuh dengan menanam
Akar akar puisi tumbuh
Bersemi dan menyemai bibit puisi
Engkaulah yang menjaga taman
Bertahun tahun dan ribuan tahun
Berdialog dan mengenalkan
Sepeninggal Umbu
Menjadi gawang pelopor
Renas dan eksponen
Dan kau semai bibit di taman
Di mana mana
Bukan karena ingin disebut penyair
“Suara dalam dirimu”
DUNIA UMBU
Engkau mengundang rindu
Dalam diam
Engkau pengamen diam
Pergi dan pulang
Di Jatijagat
Kata kata diam
Supaya kita jangan terlalu sedih
Jika ditinggalkan
Pergi
Kuda Sabana
Kuda di dalam taman
Di padang dan rawa rawa
Rumah terbuka melihat
Padang terbuka
Suara ringkik kuda
Yang kita rindukan
Menjejakkan jejak abadi
MENEMUKAN UMBU
Menemukan nyanyian berangkat
Menemukan diri sendiri
Menemukan puisi
Puisi adalah ilalang yang diam
Di padang savana hijau
Ia tak pernah menguning
Termakan waktu
Karena puisi adalah kegembiraan
Dan keriangan
Kata Umbu
“Mainkan”
KABUNG
Aku ingin pergi tapi tak mampu
Dari hatimu yang satu
Memecah celah celah dedaunan
Yang merimbun rindu
Tapi aku ingin pergi meski jua tak mampu
Kusingkapkan segala resahku pada angin
Agar hanya engkau yang bisa memahami
Reroncean bunga menebar di ruangan ragaku
Igaku yang tak sempurna
Memenuhi raga menyesak bau layu di kerongkongan
Menyumpat nafas
Engkau yang tak pernah mau pergi
Terbang jauh merpati putih di awan
Mengepakkan sayap sayap luka
Ya hanya luka
Menggaris di langit
Perih
Sepotong bulan terperangkap sunyi
Di mata perawan
Separuh langit telah terbakar
Hitam dan berkibar bendera kuning
Di matanya yang biru
Embun itu mengusap lembut
Bulu bulu matanya
MALAM YANG MENYESATKAN
Dua malam mata tak pejam
Huruf huruf filsuf berterbangan
Dia ingin membunuh suara-suara
Dan huruf huruf itu dari batok kepala yang botak
Ia ingin mengganti ingatannya
Dan mengganti semua panca inderanya
Agar betul betul lupa
Dan tak lagi meniti jalan yang sama
Begitulah malam itu antara pendakwah dan penasehat
Memberikan jalur berbeda
Antara buah simalakama
Yang harus ditelan mentah mentah
Dan betapa ia ingin mengakhiri
Semua perdebatan di batok kepalanya
BIODATA
Sus S Hardjono, lahir 5 November 1969. Puisinya dimuat di Bernas, MASA KINI, Kedaulatan Rakyat, Pelopor Jogja, Merapi , Solo Pos, Joglo Semar, Suara Merdeka, Wawasan, Swadesi, Bengawan Pos, Joglosemar, Radar Surabaya, Minggu Pagi, Cempaka, Penyebar Semangat, dll. Buku-bukunya yang telah terbit: Melati Berdarah (2012), Tembang Tengah Musim (2019), Geguritan Ampak ampak Ambar Ketawang (2020), Hujan dan Kuang-kunang. Tahun 2017 Meraih Penghargaan Pendidik Peduli Bahasa dan Sastra dari Balai Bahasa Jateng. Tahun 2020 Meraih Penghargaan Buku Puisi Prasidatama BBJT Jateng Nomine Kategori Buku Puisi (Buku Tembang Tengah Musim). Dia mengajar di MAN I Sragen. Mengelola Komunitas Rumah Sastra Sragen RSS di Sragen.
M. Kholilullah alias Holy, lahir di Denpasar, 9 Juni 1997. Ia belajar melukis secara otodidak. Ia pernah berpameran bersama di Universitas Indonesia, Jakarta, tahun 2023. Ia aktif di komunitas Jatijagat Kehidupan Puisi (JKP), Denpasar.