Ilustrasi – Overtourism dan ketimpangan ekonomi jadi PR Gubernur Bali dan kepala daerah ke depannya. Bali perlu berbenah.
BALI, Balipolitika.com – Gemerlap pariwisata Bali tidak selaras dengan kehidupan dan kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini terlihat jelas dari masih rendahnya UMR di Bali dibandingkan daerah lain di Indonesia. Angka kemiskinan pun menjadi pekerjaan rumah di beberapa wilayah pinggiran. Untuk itu, diperlukan vokasi yang tepat dan solusi seperti diversifikasi ekonomi selain pariwisata.
UMR yang rendah menjadi tantangan, khususnya bagi pekerja di Bali. Dengan naiknya biaya hidup, karena Bali memang kian maju seiring melesatnya pariwisata. Terkadang tidak setara dengan pendapatan atau penghasilan pekerjanya. Hal ini tentu menjadi ancaman nyata, khususnya bagi warga lokal yang masih berada di area menengah ke bawah.
Ketua Tim Konsorsium Program Ekosistem Kemitraan untuk Pengembangan Inovasi Berbasis Potensi Daerah Provinsi Bali, Dr. Ni Nyoman Sri Astuti, SST.Par.,M.Par., menjelaskan transformasi sektor pariwisata dan diversifikasi ekonomi bisa melalui 6 strategi utama.
Diantaranya, pertama peningkatan kualitas pendidikan di semua jenjang. Serta peningkatan kualitas dan modernisasi pendidikan vokasi. Kedua, produktif melalui modernisasi pertanian, kelautan, perikanan. Serta penguatan UMKM, pariwisata dan ekonomi kreatif.
“Ketiga, dengan peningkatan literasi, bakat dan kompetensi SDM terampil digital. Praktiknya, dan paham dunia usaha digital, start-up, UMKM, dan industri ekonomi kreatif,” jelasnya di depan media di Kuta, Sabtu 26 Oktober 2024. Membangun smart island destination dan peningkatan kualitas infrastruktur digital.
Keempat, energi bersih juga penting dibangun di Bali. Termasuk pengelolaan sampah dan penggunaan transportasi bersih, berujung pada pengembangan blue economy Bali. Lalu keenam, reformasi keuangan daerah. Pembiayaan inovatif untuk pembangunan Bali. Perbaikan kemudahan berusaha dan reformasi birokrasi serta kelembagaan.
“Kalau saya lihat, SDM lokal di Bali seperti di bidang pariwisata tidak kalah dengan ekspatriat. Tapi ternyata memang ada muatan lainnya sehingga akhirnya ekspatriat lebih mudah menjadi pemimpin di sebuah akomodasi pariwisata,” sebut Sri, sapaan akrabnya. Hal ini kemudian juga menjadi penghambat, perkembangan SDM lokal untuk mendapatkan posisi tinggi dengan gaji layak di Pulau Dewata. Ini tentu berpengaruh dengan kualitas kehidupan sehari-hari masyarakat lokal. Di mana seharusnya perkembangan pariwisata selaras dengan peningkatan taraf hidup masyarakatnya. Perlu diketahui, berdasarkan data upah minimun provinsi di Bali tahun 2024 sebesar Rp 2.813.672. Angka ini naik 3,68 persen dari tahun 2023 dan berlaku sejak 1 Januari 2024.
Sementara untuk upah minimun kabupaten dan kota, tertinggi masih dipegang Kabupaten Badung dengan besaran Rp 3.318. 628. Kemudian disusul Kota Denpasar, sebesar Rp 3. 096.823. Baru Kabupaten Gianyar dengan besaran Rp 2. 928.713. Setelah itu Kabupaten Tabanan dengan besaran Rp 2. 913.164. Dan posisi terendah ada di empat kabupaten, yakni Jembrana, Klungkung, Karangasem dan Bangli dengan besaran Rp 2.813.672.
Besaran UMP dan UMK di Bali ini, sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 979/03-M/HK/2023. Salah satu anggota dewan pun turut menyoroti rendahnya UMK dan UMP Bali ini, yang seharusnya menjadi atensi dan urgensi para pemimpin daerah. Nyoman Parta, DPR RI, mengatakan bahwa pemerintah harus memikirkan kesejahteraan masyarakat Bali, khususnya dalam gaji karyawannya. “Harga di Bali mahal karena perkembangan pariwisata, harusnya juga UMP dan UMK naik. Minimal setara Jakarta,” sebutnya beberapa waktu lalu di Denpasar.
Tentu saja rendahnya gaji ini berdampak pada angka kesejahteraan masyarakat Bali. Yang ujungnya pada kemiskinan warganya. Berdasarkan data Pemerintah Provinsi Bali, angka kemiskinan Bali masih berada di kisaran 4 persen pada tahun 2024. Angka ini tidak banyak bergerak jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Walau terlihat menurun dibandingkan tahun 2023, yaitu 4.25 persen. Namun jika dibandingkan tahun 2019 maka angka kemiskinan di Bali tergolong naik, karena pada tahun itu hanya 3,61 persen. Beruntung angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) Provinsi Bali tahun 2024 lebih baik dibandingkan TPT nasional. “Pengangguran terbanyak di Bali datang dari tamatan diploma sebesar 4,39 persen disusul tamatan SMK sebesar 3,01 persen. Baru SMA sebesar 2,80 perse. Lalu tamatan universitas dan sederajat sebesar 2,45 persen dan SMP ke bawah terendah dengan angka 0,43 persen,” sebut Sri.
Pariwisata masih mendominasi pendapatan di Bali, sehingga diversifikasi sangat penting. Hal ini karena jika bertumpu pada pariwisata saja, maka potensi keruntuhan sangat nyata. Seperti saat pandemi Covid-19, yang meruntuhkan ekonomi Bali seketika dan pehaka dimana-mana.
Sri menjelaskan, ada beberapa diversifikasi ekonomi yang bisa dikembangkan di Bali. Seperti perikanan, industri kelautan, wisata bahari dan perhubungan laut. Sumber daya non konvensional seperti, ocean thermal energy conversion atau energi kelautan (EBT). Industri air laut dalam dan industri garam. Termasuk pertanian juga penting. “Tujuannya tentu untuk menyeimbangkan struktur dan fondasi perekonomian Bali,” sebutnya. Hal ini juga akan berdampak pada berkurangnya alih fungsi lahan, khususnya yang digunakan untuk akomodasi pariwisata.
Kemudian potensi di masing-masing wilayah juga penting dipahami oleh pemegang kekuasaan. Sehingga pengembangannya bisa terfokus dan maksimal. Potensi di Jembrana adalah pertanian, perikanan, transportasi dan akomodasi. Tabanan potensinya adalah akomodasi, pertanian dan konstruksi. Kemudian Kota Denpasar potensinya akomodasi, pendidikan dan konstruksi. Badung potensinya akomodasi, transportasi dan konstruksi. Gianyar potensinya akomodasi dan pertanian. Klungkung potensinya pertanian dan akomodasi. Bangli potensinya pertanian, pengerajin dan akomodasi. Karangasem potensinya pariwisata, kesehatan, TIK dan otomotif. Sementara Buleleng potensinya pertanian, perikanan, akomodasi dan perdagangan.
Untuk itulah, diversifikasi dan vokasi penting untuk masa depan Bali. Vokasi memberikan pendidikan tinggi yang bertujuan membekali mahasiswa atau siswa dengan ketrampilan dan pengetahuan praktis yang dapat diterapkan ke pekerjaan atau industri tertentu. Selama ini vokasi dikenal sebagai pendidikan kejuruan. Sehingga daya serap akan tamatan di Bali menjadi lebih banyak. Alhasil ke depan berimbas pada kesejahteraan dan kenaikan taraf hidup. Yang tentunya berdampak pada ekonomi Pulau Dewata. Selain juga atensi dari pemerintah untuk urusan UMR atau UMK. (BP/OKA)