Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum

Dituntut 6 Tahun, Hakim Vonis Bebas Prof. I Nyoman Gede Antara

BEBAS: Mantan Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng divonis bebas Ketua Majelis Hakim, Agus Akhyudi, S.H.,M.H. dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis, 22 Februari 2024 pukul 09.30 Wita.

 

DENPASAR, Balipolitika.com Menyita perhatian publik luas, babak akhir kasus perkara Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) terkait penerimaan mahasiswa jalur mandiri tahun 2018-2022 dengan terdakwa mantan Rektor Universitas Udayana (Unud) Prof. I Nyoman Gede Antara berakhir happy ending bagi mantan rektor kampus tertua di Bali tersebut. 

Ketua Majelis Hakim, Agus Akhyudi, S.H.,M.H. menjatuhkan putusan yang mengejutkan, yakni pria bernama lengkap Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng tidak bersalah.

Majelis Hakim memutuskan bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah dan dibebaskan dari tuduhan yang dialamatkan kepada Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis, 22 Februari 2024 pukul 09.30 Wita. 

Putusan Ketua Majelis Hakim, Agus Akhyudi, S.H.,M.H. mengejutkan banyak pihak mengingat dalam sidang tuntutan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng dengan hukuman penjara selama enam tahun serta membayar denda sebesar Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan.

Meski menuntut Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng dengan hukuman penjara selama enam tahun penjara, JPU dinilai tidak mampu membuktikan kerugian negara akibat perbuatan terdakwa.

JPU menyatakan Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta menegaskan bahwa pungutan SPI terhadap calon mahasiswa baru di Universitas Udayana merupakan salah satu tarif layanan akademik yang seharusnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan. 

JPU menilai faktanya SPI tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dan hanya didasarkan atas keputusan rektor sehingga Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng dalam kapasitasnya sebagai ketua panitia seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri dan sebagai rektor, bertanggung jawab atas hal tersebut.

JPU menjelaskan bahwa uang hasil pungutan SPI seharusnya digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana, namun disimpan bukan dalam bentuk deposito sebagai investasi jangka pendek. 

Dana SPI tersebut disimpan di beberapa bank mitra dengan jangka waktu antara tiga sampai empat tahun. 

Sebagaimana diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Bali sempat menghadirkan mantan Rektor Unud, Prof. Anak Agung Raka Sudewi sebagai saksi dalam sidang dugaan kasus pungli dan penyimpangan pengelolaan dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud) dengan terdakwa Rektor Unud nonaktif Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Denpasar, Selasa, 5 Desember 2023 silam.

Dalam persidangan tersebut, Guru Besar Ilmu Neurologi, Prof. Anak Agung Raka Sudewi yang merupakan Rektor Unud periode 2017 -2021  “ditelanjangi” dengan sejumlah pertanyaan seputar Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) di Universitas Udayana. 

Namun, yang bersangkutan terkesan cuci tangan dan selalu mengelak di hadapan JPU dan Hakim Pimpinan Agus Akhyudi, hakim anggota Putu Ayu Sudariasih, Gede Putra Astawa, Nelson, dan Soebekti. 

Saksi yang menjabat Rektor Unud periode 2017-2021 itu dalam memberikan kesaksian diketahui kebanyakan mengelak dan cuci tangan. 

Salah satunya saat ditanya JPU terkait siapa yang menentukan kelulusan mahasiswa jalur mandiri. Saksi awalnya menjawab bahwa kelulusan mahasiswa itu ditentukan melalui online.

Tapi itu tidak menjawab pertanyaan JPU sehingga JPU pun terus berondong sejumlah pertanyaan. 

“Yang kami tanya yang menentukan kalau mahasiswa itu lulus atau tidak itu siapa,”tanya jaksa, namun tak dijawabnya. 

Tidak hanya jaksa, Hakim Ketua Agus Akhyudi pun kembali mempertegas pertanyaan jaksa.

“Jadi begini ya saksi, saksi ditanya siapa yang menentukan kelulusan mahasiswa jalur mandiri ini, pertanyaan itu yang dijawab jangan muter-muter,” timpal hakim. 

Kerena terus didesak, saksi pun akhirnya menjawab bahwa yang menentukan kelulusan mahasiswa jalur mandiri adalah rektor. 

Ini diperkuat dengan pernyataan terdakwa saat oleh majelis hakim diminta untuk menanggapi kesaksian mantan Rektor ini. Terdakwa mengatakan, yang menentukan kelulusan mahasiswa jalur mandiri adalah rektor. 

Pada saat saksi menjadi rektor, terdakwa adalah ketua panitia penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri. 

Sebelumnya, saksi juga sempat ditanya oleh hakim soal prodi yang tidak dipungut SPI, tapi tetapi dilaporkan dan dipungut SPI.

Terkait ini saksi menjawab tidak tahu. Tidak hanya itu, Prof. Sudewi mengatakan selama dia menjabat sebagai Rektor Unud tidak ada mahasiswa yang menanyakan atau keberatan. 

Soal ini kembali ditanggapi oleh terdakwa. Awalnya terdakwa mengatakan bahwa baru mengetahui jika prodi yang tidak ada SPI ternyata juga dipungut SPI saat menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi Bali. 

Atas hal ini, terdakwa terkesan heran, bagaimana mungkin saksi tidak tahu sementara hal ini terus dilakukan berulang.

Saksi menanggapi dengan enteng, apabila ada mahasiswa yang keberatan, maka bisa meminta kembali uang SPI. 

“Kalau ada mahasiswa yang kebaratan bisa kok uangnya diminta lagi,” ujar saksi. 

Terdakwa juga kembali meluruskan bahwa saat saksi menjabat Rektor Unud dan terdakwa sebagai panitia penerimaan mahasiswa, terdakwa tidak pernah mengeluarkan atau menandatangani SK apapun terkait SPI.

“Semua kebijakan soal SPI ada di tangan rekor, dan saya tanyakan kepada saksi, apakah selama saya menjadi panitia penerimaan mahasiswa jalur mandiri pernah mengeluarkan SK terkait terkait SPI?,” tanya terdakwa yang tidak dijawab oleh saksi karena sebelumnya telah dijelaskan bahwa segala sesuatu terkait SPI adalah kewenangan rektor.

Selain itu, AA Raka Sudewi membantah terkait dugaan penyalahgunaan kekuasaan karena ada prodi yang yang tidak dipungut menurut SK rektor, tapi ikut dipungut yang belakangan diketahui sebagai pungli. Sebanyak 401 orang mahasiswa yang tidak harus bayar, tapi wajib kena cash sumbangam SPI. 

“Anda tahu nggak, ratusan mahasiswa yang tidak wajib sumbangan SPI, namun dikenakan pungutan,” singgung hakim Akhyudi. 

“Sama sekali tidak tahu, karena semuanya sudah diatur panitia. Bahkan mahasiswa demo waktu ini karena keberatan, saya sendiri tidak tahu ada pungutan liar seperti itu,” kisah Raka Sudewi sembari mengatakan atas peristiwa belakangan ini, ketua panitia sebagai penanggung jawab. 

Dan dirinya tidak lagi tahu-menahu karena kepemimpinan pada periode 2017-2021 alias sebelum kasus ini mencuat ke publik.

Walaupun jawaban sedikit melenceng dan keluar dari topik, hakim kembali menegaskan, menyangkut pungutan uang yang seharusnya tidak dipungut. 

“Siapa yang berwenang meluluskan jalur mendiri?” “Saya berwenang meluluskan mahasiswa,” jawabnya. 

Lagi ditanya, yang mana dalam periode 2017-2021, ada berapa jumlah mahasiswa yang yang statusnya tak lulus, lalu diluluskan? Kemudian berapa orang yang lulus namun tidak diluluskan? 

Dijawab, bahwa setahunya tidak seperti itu. Semuanya lulus, jika terdapat over kapasitas, maka akan diterima di prodi kosong lainnya. Walaupun demikian jawaban mantan rektor ini, Hakim merasa ada indikasi permainan, meluluskan yang tidak lulus. Hakim pun membeberkan bukti percakapan permainan rektor kala itu. 

Ditambahkan hakim, pungutan SPI, seolah-olah merupakan pungutan yang sah dan menjadi pendapatan negara bukan pajak, yang sengaja dicampur dengan penerimaan Badan Layanan Umum Universitas Udayana sehingga mengaburkan asal usul uang yang sah dan tidak sah, yang pemanfaatannya juga menjadi kabur.

Sebab, tidak dapat membedakan penerimaan yang tidak sah dengan penerimaan BLU lainnya yang sah. Dalam fakta persidangan, Hakim mengungkap percakapan terdakwa Prof. I Nyoman Gde Antara via pesan WhatsApp kepada saksi Nyoman Putra Sastra, sebagai berikut.

“Mang yang ini coret dari daftar yang harus diluluskan kerena sudah lulus SB. Gantiin dengan yang ini. Ini anak DPD Bali yang janjiin suara di Jakarta,” Lalu dijawab “Nggih Prof,”.

Atas perintah tersebut selanjutnya Nyoman Putra Sastra menggantikan kelulusan I Putu Darma Yoga dengan Nida Firhan. 

Setelah itu terdakwa mengirimkan pesan WhatsApp kepada Nyoman Putra Sastra berbunyi,“Mang ini prioritas 1, keluarga senat tolong diusahakan segera”. Sastra menjawab, “Sudah, Prof”.

Sastra kemudian mengubah nilai peserta seleksi atas nama Anak Agung Ayu Mutiara Wikaputri keluarga senat sesuai dengan perintah Prof. Gde Antara. 

Tak berselang lama, saksi mengirimkan pesan melalui WhatsApp kepada terdakwa Prof. Antara  yang isinya, “Sudah. Nilainya dibuat tinggi. Dibuat peringkat 1″. 

Selain itu ada pesan seperti ini, “Mang, menurut Bu Rektor, rapat kelulusan Mandiri akan dimulai besok, 27/8/2020 jam 13 di rektorat. Yakinkan semua list safe suksme Mang tolong luluskan 3 orang ini yang sebelumnya tidak lulus. 1 arsitek dan 2 manajemen. asah udeg saja,” (yang dalam bahasa Indonesia berarti siap habis-habisan).

Lalu ada bahasa, “Mang tolong diluluskan ini, punya nya P. Gerry FEB, lupa saya masukin list. Nyari Bahasa Indonesia”. 

Selain itu, terdapat titipan beberapa pejabat. Dan dalam aplikasi pendaftaran dengan cara mengubah data administrasi kelulusan sebagai dasar untuk meluluskan peserta seleksi sesuai kehendak terdakwa, antara lain sebagai berikut.

“Seperti itu percakapan. Saudara nggak tahu permainan itu? Ada permohonan biar aman. Sisanya rektor yang mengurus,” kilah Hakim sembari menambahkan dengan kata, “Man tolong luluskan 3 orang, arsitek dan manajemen, jadi tidak lulus dan lulus. Tolong cari alasan tepat, untuk memasukan satu orang”. 

Pernyataan Hakim ditepis Anak Agung Raka Sudewi. “Kewenangan adalah panitia. Saya hanya tanda tangan penanggung jawab adalah staf,” tutupnya. (tim/bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!