Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

May Day 2024, Wayan Suyasa Apresiasi Buruh di Bali Tak Demo

HORMATI BURUH: Wakil Ketua 1 DPRD Badung Wayan Suyasa, S.H. menyapa para buruh yang menggelar seminar dan diskusi sehari memaknai May Day 1 Mei 2024 di Kantor DPRD Badung, Sabtu, 27 April 2024. 

 

BADUNG, Balipolitika.com- Peringatan Hari Buruh Internasional atau dikenal dengan sebutan May Day pada Rabu, 1 Mei 2024 dipastikan tanpa aksi turun ke jalan di Bali, khususnya Kabupaten Badung.

Dalam rangka penghormatan terhadap gerakan serikat buruh untuk merayakan keberhasilan ekonomi dan sosial, pemerintah Indonesia menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional.

KPU Kabupaten Gianyar KPU Kabupaten Gianyar

Memilih tak ikut-ikutan demonstrasi, para pekerja di Bali, khususnya yang bernaung di bawah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Bali menggelar seminar dan diskusi sehari di Kantor DPRD Badung, Sabtu, 27 April 2024.

Seminar sehari yang mengusung tema “Memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) 1 Mei 2024, Meningkatkan Wawasan dan Pemahaman Pekerja tentang Peraturan Perundang-undangan” itu dihadiri langsung oleh mantan buruh sektor pariwisata yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua 1 DPRD Badung Wayan Suyasa, SH.

Selain Wayan Suyasa yang juga Ketua DPD Partai Golkar Badung seminar dan diskusi sehari itu dihadiri oleh Ketua Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD KSPSI) Provinsi Bali Wayan Madra, sejumlah pimpinan federasi, narasumber dari BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, perwakilan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali, perwakilan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung, serta ratusan buruh yang tergabung dalam KSPSI Bali.

Wayan Suyasa mengapresiasi seminar dan diskusi sehari yang diprakarsai DPD KSPSI Bali.

Sebagai representasi masyarakat, Wayan Suyasa menekankan 1 Mei 2024 yang diperingati sebagai Hari Buruh Sedunia patut dijadikan sebagai ajang introspeksi diri, baik bagi buruh maupun para pengusaha dalam rangka menciptakan hubungan industrial yang saling menguntungkan.

Sebagai mantan buruh, Wayan Suyasa menegaskan posisi hingga saat ini masih berada di tengah-tengah kaum buruh.

Bebernya Bali merupakan destinasi pariwisata dunia dan APBD Bali, khususnya Bumi Keris Badung sangat ditunjang oleh sektor pariwisata.

“Mereka sadar bahwa pariwisata sangat rentan terhadap kesehatan, keamanan dan sebagainya. Sebenarnya, kalangan buruh diberikan hak oleh undang-undang menyampaikan aspirasi dengan turun ke jalan. Tetapi di Bali mereka justru berkumpul dan mengadakan seminar pemahaman tentang hak dan kewajiban, bukan turun ke jalan,” tegas Wayan Suyasa menyampaikan apresiasinya.

Pilihan untuk menyampaikan aspirasi lewat petisi dan tidak menggelar aksi demonstrasi dengan turun ke jalan ungkap Wayan Suyasa menunjukkan bahwa para buruh di Bali bisa mengendalikan alias mengedepankan profesionalisme dalam berserikat atau berorganisasi.

“Jika sampai turun ke jalan menyampaikan aspirasi, tentunya akan mengganggu kenyamanan pariwisata dan publik. Dengan profesionalisme ini, ya kita harus apresiasi dan pemerintah pun harus memberikan apresiasi dengan memberikan suatu perhatian sejauh mana ke depan pekerja bisa mendapat haknya secara penuh. Minimal mendapatkan grade-grade yang ada; bukan lagi bicara upah minimum kabupaten (UMK) setiap tahun,” ungkapnya.

Politisi Partai Golkar asal Desa Penarungan itu menambahkan undang-undang mengatur bahwa perusahaan yang 0-1 tahun grade-nya UMK.

Namun, digarisbawahi Wayan Suyasa bila sebuah perusahaan sudah berjalan bahkan lebih dari 5 tahun dan mendekati break event point (BEP) alias balik modal, maka perusahaan tersebut harus menghargai pekerja yang merupakan aset perusahaan dengan super layak.

Kondisi ini penting mengingat para pekerja alias buruh harus dijaga demi harkat pekerja dan keluarganya.

Saat ditanya soal berapa nominal upah yang layak bagi pekerja, mantan pekerja pariwisata yang kini Ketua FSP Bali Kabupaten Badung tersebut menyatakan dulu besaran upah diorientasikan dengan turun ke lapangan dan upah lajang yang dipakai.

“Standar upah lajang berarti orang belum menikah dan belum mempunyai anak. Dengan turun ke lapangan, standar makanan yang dipakai yakni tempe, tahu, lajang sehingga grade-nya seperti sebelumnyan. Sekarang UU sudah berubah, standar upah merupakan persentase dari upah sebelumnya. Ketika mereka sudah berkeluarga, pasti standar upah mereka tak bisa lagi hanya UMK,” tutup Wayan Suyasa. (bp/ken)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!