DENPASAR, Balipolitika.com- Selain masalah sampah yang tak kunjung tuntas, macet parah menjadi salah satu alasan kenapa wisatawan asing ogah berlibur ke Bali.
Saking jorok dan macetnya, Publikasi Panduan Perjalanan Fodor dalam daftar annual Fodor’s No List bahkan memosisikan Bali sebagai salah satu destinasi yang paling tidak layak dikunjungi pada tahun 2025.
Khusus masalah kemacetan, masyarakat Bali bisa menyaksikan dengan mata telanjang bagaimana pulau seluas cuma 5.780 km persegi ini, kini diserbu oleh taksi online ber-plat luar.
Anehnya, dalam posisi Bali yang sangat bergantung pada sektor pariwisata, pengambil kebijakan di Pulau Dewata ternyata justru memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh penduduk dari provinsi mana pun di Indonesia untuk mengais rezeki sebagai driver online.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 40 Tahun 2019, pengemudi angkutan yang terdaftar pada perusahaan Angkutan Sewa Khusus (ASK) hanya wajib memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, salah satunya pengemudi wajib memiliki surat keterangan domisili di wilayah Provinsi Bali (pasal 7, red).
Dengan kata lain, Pemerintah Provinsi Bali membuka kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke untuk mengais rezeki sebagai driver online di Bali.
Sebaliknya, sejumlah daerah justru mengharuskan seorang driver online mengantongi KTP sesuai wilayah operasionalnya seperti di Surabaya di mana calon pengemudi yang diterima hanya ber-KTP Surabaya Raya alias Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik.
Demikian juga di Malang yang hanya menerima calon driver ber-KTP Malang Raya, yakni Batu, Kabupaten Malang, dan Kota Malang.
Di banyak daerah lain di Indonesia, peraturan ketat mengenai keharusan mengantongi KTP setempat untuk melamar jadi driver online juga diberlakukan.
Bedanya, di Bali, sesuai Peraturan Gubernur Nomor 40 Tahun 2019 tentang layanan Angkutan Sewa Khusus (ASK) berbasis aplikasi di Provinsi Bali, tepatnya Pasal 7 Ayat 2 poin F dijelaskan bahwa syarat menjadi driver online di Bali cukup dengan memiliki surat keterangan domisili di wilayah Provinsi Bali alias bebas boleh KTP mana saja.
Terkait sumpek dan macetnya Bali, dua orang senator Pulau Dewata telah bersikap dan berteriak lantang, yakni Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa alias Arya Wedakarna atau AWK dan Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik alias Niluh Djelantik.
Keduanya kompak menyoroti keluhan warga di Bali terkait serbuan driver taksi online non KTP Bali.
Melalui akun media sosialnya, Niluh Djelantik mengatakan Bali sudah semakin sumpek dan macet sehingga untuk mengekspansi bukan dengan merekrut driver online non KTP Bali.
“Kami meminta klarifikasi dari @grabid @grabbalinusra dan juga aplikasi transport online lainnya terkait informasi di video ini,” tulis Niluh Djelantik dikutip, Kamis, 5 Desember 2024.
Niluh Djelantik pun meminta kepada Pemerintah Provinsi Bali untuk segera membuat aturan bahwa pengemudi mobil aplikasi online adalah ber-KTP Bali dan mobil harus berplat DK. (bp/ken)