Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

Diskusi Perdana Oemah Ganjar, Dr. Kadek Dwita Kupas Generasi Sandwich

MEMBACA ANAK MUDA: Suasana penuh keakraban dalam diskusi perdana Oemah Ganjar yang beralamat di Jalan Raya Dalung 77, Kuta Utara, Badung, Selasa, 2 Mei 2023.

 

BADUNG, Balipolitika.com Didaulat mewakili suara perempuan dalam diskusi perdana Oemah Ganjar, Dr. Kadek Dwita Apriani, S.Sos.,M.I.P. membuka data yang diambil dari Kompas dan GNFI (Good News From Indonesia).

Data dimaksud ungkap doktor politik perempuan pertama di Bali yang kini berstatus dosen Program Studi Ilmu Politik Universitas Udayana itu adalah indeks optimisme anak muda Indonesia yang dirilis pada Juli 2022.

Litbang Kompas tahun 2022 menyebutkan 4 dari 10 penduduk Indonesia adalah anak muda. Saat riset dilaksanakan mereka berusia 15-24 tahun jumlahnya 17,1 persen, 25-29 tahun 8 persen, dan 30-39 tahun 14 persen. Jika digabungkan populasi ini berjumlah 40 persen.

“Namun perlu dicatat anak muda ini bukanlah entitas tunggal. Kepentingan mereka yang berusia 15-24 tahun tentu berbeda dengan kepentingan mereka yang berusia 25-29 tahun. Apalagi dengan kepentingan mereka yang berusia 30-39 tahun. Concern-nya tentu berbeda. Apalagi hari ini kita mengenal dengan apa yang disebut sandwich generation,” ucap Kadek Dwita Apriani dalam Sarasehan Kebangsaan di Oemah Ganjar Jalan Raya Dalung 77, Kuta Utara, Badung, Selasa, 2 Mei 2023.

Alumnus Universitas Indonesia itu mengingatkan bahwa sandwich generation merupakan generasi yang memiliki dua beban. Di satu sisi kelompok ini harus menanggung orang tuanya yang sudah pensiun. Di sisi lain generasi ini juga harus memikirkan beban anak-anaknya yang sedang mengenyam bangku pendidikan dengan penghasilan rata-rata UMR. 

“Ini adalah concern anak muda Indonesia hari ini karena mereka adalah sandwich generation. Selain meng-address (membahas, red) soal keberagaman (perlu dicatat, red) di kelompok anak muda ini sangat fatal kalau kita berpikir anak muda ini adalah entitas. Kefatalan berpikir bahwa anak muda adalah entitas tunggal adalah di sana kita menyamakan kepentingan mereka, kepentingan anak muda. Ini tidaklah sama. Apalagi labeling-labeling yang belakangan disematkan kepada generasi milenial. Perilaku mereka dalam menentukan pilihan, bermedia, memahami pengetahuan, itu caranya totally different sama kita,” tegas perempuan yang juga mengemban amanat sebagai Research Director at Cirus Surveyors Group itu.

Dalam diskusi yang dimoderatori oleh Anak Agung Gede Ngurah tersebut, Kadek Dwita Apriani mengajak audiens yang antara lain terdiri atas Tuan Rumah Oemah Ganjar, I Gusti Ngurah Agung Diatmika, para dedengkot Oemah Ganjar, sederet akademisi Unud, yakni Guru Besar Fakultas Pariwisata, Prof. Dr. Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si., Dr. I Dewa Gede Palguna, SH,. M.Hum, Dr. I Nyoman Sukma Arida, M.Si., aktivis dari Yayasan Konservasi Indonesia Made Iwan Dewantama, relawan Ganjar Pranowo dari berbagai daerah di Bali, dan masyarakat umum untuk berhenti memosisikan anak muda sebagai objek alias hanya sebagai lumbung suara.

“Itulah kefatalannya. Betul bahwa 40 persen adalah angka yang besar bagi voting di kemudian hari, tetapi salah memandang kepentingan anak muda ini, apalagi menganggap misalnya pemilih perempuan yang muda kemudian memiliki kepentingan sama, itu sama sekali tidak. Kita harus mengupas lagi kepentingan mereka apa! Terutama dalam konteks keberagaman ini,” urainya. (bp) 

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!