DENPASAR, Balipolitika.com- Selain nama jalan, PT Bali Turtle Island Development alias BTID saat ini disorot publik terkait perubahan nama pantai di kawasan Pulau Serangan, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali.
Dari sebelumnya bernama Pantai Bedangin Serangan atau Pantai Serangan kini menjadi Pantai Kura-Kura Bali.
Khusus nama Jalan Pulau Serangan yang tiba-tiba berubah menjadi Jalan Kura-Kura Bali sebagaimana pelang yang terpasang di pintu masuk ke Pulau Serangan, Head of Communications and Community Relations PT. BTID, Zakki Hakim menyampaikan hal itu merupakan peninggalan event internasional di Bali untuk memudahkan tamu mencari titik lokasi.
Nama Jalan Kura-Kura Bali imbuhnya sudah melalui permohonan melalui prosedur perizinan dari tingkat lurah hingga Pemerintah Provinsi Bali sejak event Konferensi Tingkat Tinggi G20 tahun 2022 lalu.
Merespons pernyataan Head of Communications and Community Relations PT. BTID, Zakki Hakim, mantan Lurah Serangan, I Wayan Karma membantah terjalin koordinasi antara Kelurahan Serangan dengan PT BTID terkait perubahan nama jalan dimaksud.
“Kami mantan Lurah Serangan tidak pernah mengizinkan mengganti nama jalan menuju Serangan menjadi Jalan Kura-Kura Bali ya,” tulis I Wayan Karma di salah satu media sosial.
Dikonfirmasi langsung, Selasa, 28 Januari 2025, I Wayan Karma mempertegas tanggapan di media sosial tersebut bahwa memang benar tidak terjalin koordinasi antara Kelurahan Serangan selama ia menjabat dengan pihak PT BTID terkait perubahan nama jalan tersebut.
“Saya sampaikan dari PT BTID tidak pernah mengajukan permohonan mengganti nama jalan ke kami selama tiang (saya) jadi lurah,” terangnya.
Di sisi lain, diberitakan bahwa Zakki Hakim menggarisbawahi untuk pemasangan Jalan Kura-Kura Bali mekanismenya melalui perizinan ke pemerintah.
“Jalan Kura-Kura Bali itu peninggalan G20 tahun 2022. Kalau ini lebih jelas perizinannya, nama jalannya setahu kami belum ada yang resmi berdasarkan SK Gubernur,” ujar Zakki Hakim.
Pihaknya memastikan bahwa untuk penamaan tersebut benar sudah melalui mekanisme izin dari lurah hingga pemerintah daerah serta warga setempat tidak ada yang mempermasalahkan hal tersebut selama ini.
“Yang pasti sudah ada koordinasi dengan lurah, kota, dan provinsi. Kami mengajukan prosesnya. Sekarang kami mengikuti saja dan masih menunggu. Selama ini tidak ada yang mempermasalahkan,” ungkap Zakki Hakim sembari mengatakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) menghargai budaya masyarakat setempat dan selalu menerima masukan-masukan untuk diperbaiki dan diterima sesuai aturan. (bp/tim)