DENPASAR, Balipolitika.com- Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Gerakan Indonesia Raya (DPD Gerindra) Provinsi Bali, Made Muliawan Arya, S.E., M.H. alias De Gadjah mengapresiasi kekompakan Sekehe Teruna se-Desa Adat Denpasar yang menolak penggunaan sound system dalam pengarakan ogoh-ogoh serangkaian Hari Suci Nyepi Caka 1947.
De Gadjah mendukung implementasi Perda No. 9 Tahun 2024 tentang pelestarian ogoh-ogoh di Kota Denpasar yang digolkan salah satunya oleh Fraksi Gerindra DPRD Kota Denpasar.
De Gadjah menilai perda tersebut menjadi “payung hukum” pelestarian dan pemertahanan nilai-nilai tradisi serta ritual, khususnya dalam rangkaian peringatan Hari Suci Nyepi, termasuk pengerupukan dan tradisi ogoh-ogoh yang berkembang sejak tahun 1980-an.
“Tradisi ogoh-ogoh pertama kali muncul pada tahun 1983. Saat itu, Presiden Soeharto menetapkan Nyepi sebagai hari libur nasional. Keputusan ini mendorong masyarakat Bali untuk merayakan Nyepi dengan membuat ogoh-ogoh,” ucap De Gadjah sembari menilai 42 tahun hadirnya ogoh-ogoh di Pulau Dewata menegaskan bahwa produk ini masuk kategori tradisi yang harus dijaga kelestariannya.
“Ogoh-ogoh merupakan simbol dari sifat buruk manusia seperti nafsu, iri, dengki, dan serakah. Secara simbolis ogoh-ogoh diarak untuk membersihkan alam semesta dari kejahatan dan kekacauan. Setelah itu dibakar yang berarti membunuh sifat buruk pada diri manusia menyambut tahun yang baru dengan keadaan batin yang suci,” ungkap De Gadjah.
Agar ritual pembersihan alam semesta melalui tradisi Pengerupukan dengan sarana ogoh-ogoh ini berjalan lancar, De Gadjah mengajak semua pihak menjaga ketertiban dan keamanan.
“Penggunaan sound system berpotensi menggeser makna budaya dan dapat mengganggu ketertiban umum karena suara dari sound system yang begitu menggelegar. Kami mengajak semua pihak, TNI/Polri, Satpol PP, termasuk desa adat, pecalang, perbekel, lurah, serta yowana, untuk menjaga esensi perayaan Nyepi demi kepentingan bersama” pesan De Gadjah.
Diberitakan sebelumnya, dalam rapat koordinasi yang dipimpin oleh Bendesa Adat Denpasar, Anak Agung Ngurah Alit Wirakesuma di Wantilan Pura Dalem Kahyangan Badung, Desa Adat Denpasar, Sabtu, 15 Maret 2025, disampaikan bahwa pihaknya telah mengambil langkah-langkah dalam mengatur pengarakan ogoh-ogoh guna menjaga ketertiban dan kelestarian budaya.
Registrasi terhadap 87 sekaa teruna serta koordinasi dengan komunitas dan banjar setempat, diharapkan pengarakan ogoh-ogoh dapat berlangsung lebih teratur dan sesuai dengan Perwali serta Perda Kota Denpasar Nomor 9 Tahun 2024 tentang pelestarian ogoh-ogoh.
“Kami juga melakukan upaya untuk meminimalisir keamanan dan ketertiban ogoh-ogoh ke kawasan Catur Muka yang telah mendapatkan dukungan dari ribuan pecalang, kepolisian, TNI, hingga Satpol PP dalam pengamanan, yang tentu akan sangat membantu kelancaran acara,” ujarnya.
Lebih lanjut, Anak Agung Ngurah Alit Wirakesuma menegaskan bahwa dalam waktu dekat ini pihaknya akan melakukan sidak terhadap penggunaan sound system sebagai langkah menjaga esensi budaya ogoh-ogoh agar tetap berlandaskan tradisi.
Alit Wirakesuma mendorong penggunaan gamelan, kulkul, atau alat musik tradisional lainnya sebagai pengiring ogoh-ogoh.
“Adanya peningkatan dana Rp20 juta dari Pemkot Denpasar untuk penguatan kreativitas ogoh-ogoh juga menunjukkan komitmen dalam mendukung kebudayaan lokal. Dengan kolaborasi antara desa adat, pemerintah, dan aparat keamanan, diharapkan pengarakan ogoh-ogoh bisa menjadi perayaan yang aman, tertib, dan tetap mencerminkan nilai-nilai budaya Bali,” ujarnya. (bp/ken)