BULELENG, Balipolitika.com– Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) menunjukkan respons cepat atas sorotan publik terkait isu alih fungsi hutan di wilayah Desa Sepang, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng.
Dipimpin langsung oleh Kepala DKLH Bali, I Made Rentin, jajaran DKLH bersama UPTD KPH Bali Utara turun langsung ke lapangan untuk meninjau kondisi aktual kawasan hutan desa yang mendapat sorotan.
Langkah ini merupakan jawaban atas pemberitaan media Radar Buleleng bertanggal 9 Juni 2025, yang mengangkat isu bertajuk “DPRD Bali Soroti Alih Fungsi Hutan di Buleleng, Jangan Tunggu Rusak Dulu Baru Bertindak”.
Selain itu, kunjungan juga menindaklanjuti pernyataan Anggota Komisi III DPRD Bali asal Buleleng, Kadek Setiawan, yang meminta agar pemerintah segera mengecek langsung ke lapangan menyikapi keluhan masyarakat pengelola hutan desa.
“Kami tidak tinggal diam. Pemerintah melalui DKLH Bali bergerak cepat turun langsung ke lapangan untuk memastikan kelestarian hutan tetap terjaga sekaligus menyerap aspirasi masyarakat,” ujar I Made Rentin di sela-sela kunjungan.
Didampingi jajaran Dinas KLH Provinsi Bali serta UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Utara, kunjungan ini bertujuan untuk meninjau langsung kondisi aktual di lapangan terkait pengelolaan dan perlindungan kawasan hutan desa.
Hadir dalam kegiatan tersebut para pemangku kepentingan, di antaranya Perbekel Sepang, Ketua BPD Sepang, Pengurus LPHD Sepang Wana Lestari, perwakilan Bendesa Adat Sepang, serta Panitia Perlindungan Mata Air dan Sungai Desa Adat Sepang.
Dalam diskusi lapangan yang berlangsung terbuka, para pihak menyampaikan pendapat dan aspirasi masing-masing.
Pihak Desa Adat bersama LPHD dan Tim Perlindungan Sumber Mata Air membacakan hasil paruman Desa Adat yang diselenggarakan pada 23 Mei 2025, yang menegaskan komitmen mereka untuk: 1)Melestarikan kawasan hutan serta melindungi sumber mata air, 2) Melarang penggarapan di zona lindung, yang hanya boleh ditanami tanaman pendukung upakara seperti taman gumi banten dan 3) Menyerahkan pelaksanaan pengelolaan perlindungan kepada Desa Adat melalui panitia perlindungan setempat.
Menanggapi hal tersebut, Kadis KLH Bali I Made Rentin menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi Bali tetap menghargai hak-hak masyarakat, termasuk 13 Kepala Keluarga yang selama ini menggarap areal di blok Pemelas.
Namun, ia menegaskan bahwa pengelolaan harus disesuaikan dengan zonasi yang telah ditetapkan.
“Para penggarap tetap diberi kesempatan untuk mengelola, namun bukan di zona lindung. Ini demi menjaga kelestarian kawasan yang menjadi sumber air bagi masyarakat luas,” tegasnya.
Rentin juga menyatakan, dari total 763 hektar luas Hutan Desa Sepang yang telah mendapat persetujuan pengelolaan, sekitar 500 hektar dimanfaatkan masyarakat.
Sisanya merupakan zona lindung yang fungsinya vital sebagai kawasan resapan dan perlindungan mata air dan sungai.
Oleh karena itu, ia menugaskan Kepala Bidang terkait dan KPH Bali Utara untuk segera melakukan penataan ulang areal tergarap, dengan target penyelesaian dalam waktu satu bulan.
Kunjungan tersebut diakhiri dengan aksi simbolis penanaman kembali 15 bibit pohon produktif, yakni durian, manggis, dan aren, sebagai simbol komitmen bersama menjaga kelestarian hutan.
“Kita harus mampu menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan perlindungan lingkungan. Kehadiran semua unsur hari ini menunjukkan bahwa kolaborasi adalah kunci keberhasilan pengelolaan hutan berkelanjutan,” pungkas Rentin. (bp/jk/ken)