BALI, Balipolitika.com – Babak baru kasus korupsi di SMKN 1 Klungkung, kini Kejaksaan Negeri Klungkung, resmi menetapkan Kepala Sekolah SMKN 1 Klungkung, IWS sebagai tersangka.
IWS jadi tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan pengelolaan dana komite tahun 2020-2024. Dugaan lain, IWS melakukan penyimpangan dalam pengelolaan beasiswa Program Indonesia Pintar (PIP) untuk siswa miskin.
Berdasarkan audit BPKP, perbuatan tersangka menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 1,1 miliar. Setelah jadi tersangka, tim penyidik memeriksa IWS dari pukul 09.00 Wita.
Saat pemeriksaan itu, penasehat hukum negara langsung mendampingi IWS yang telah menggenakan rompi berwarna merah muda.
Sayangnya, IWS sebenarnya akan pensiun tahun depan. Namun perbuatannya membuatnya mendekam di ruang tahanan.
Kajari Klungkung, Lapatawe B Hamka mengatakan, IWS sebagai tersangka Senin (28/4/2025), setelah adanya gelar perkara atau ekspose hingga malam hari.
Pada Rabu (30/4/2025), IWS kembali ke Kantor Kejari Klungkung untuk pemeriksaan atas statusnya sebagai tersangka. Termasuk pemeriksaan kesehatan, untuk memastikan kondisinya sebelum penahanan.
Penyidik Kejaksaan Negeri Klungkung akan menelusuri aset dari Kepala Sekolah SMKN 1 Klungkung itu, pasca jadi tersangka dugaaan kasus dugaan penyimpangan pengelolaan dana komite tahun 2020 sampai 2022.
Pihak kejaksaan fokus pada pengembalian kerugian negara dalam kasus ini, selain tetap menuntut tersangka secara hukum.
Kepala Kejaksaan Negeri Klungkung, Lapatawe B Hamka mengatakan, saat ini pihaknya telah mengamankan uang tunai hasil penyimpangan anggaran di SMKN 1 Klungkung sejumlah Rp 182.558.145.
Total kerugian negara yang muncul dari kasus ini mencapai Rp 1,1 miliar. “Uang ini adalah dana siswa yang tersimpan oleh tersangka. Dari total kerugian negara hasil audit BPKP yang mencapai Rp 1,1 miliar,” ungkap Lapatawe.
Terkait dengan pengembalian kerugian negara, pihak Kejaksaan Negeri Klungkung akan mengupayakan hal tersebut.
Sembari pihak Kejari juga akan menelusuri aset-aset tersangka. Untuk mengetahui apakah ada aset tersangka berasal dari hasil korupsi atau tidak.
“Pengembalian (kerugian negara) kita lihat saja nanti, setelah ini akan kami telusuri aset tersangka. Mudah-mudahan tersangka ini kooperatif mengembalikan kerugian negara,” ungkap Lapatawe.
Dari hasil penyidikan kejaksaan, IWS melakukan penyelewengan terhadap dana komite sekolah dan beasiswa PIP (program indonesia pintar).
IWS menyusun anggota komite sendiri, dengan menunjuk pegawai kontrak di SMK N 1 Klungkung sebagai anggota, sekretaris, dan bendahara.
Kemudian dalam penentuan jumlah SPP (sumbangan pembinaan pendidikan) yang harus siswa bayar, dengan mendasar pada pungutan tahun ajaran sebelumnya.
“Rencana kegiatan sekolah (RKAS) yang bersumber dari dana komite, tersangka susun tanpa melalui rapaf komite,” ujar Lapatawe B Hamka dengan dampingan Kasi Pidsus Kejari Klungkung, Putu Kekeran.
Selain dana komite yang berumber dari orangtua siswa (dana masyarakat melalui pembayaran SPP), terdapat sumber dana lainnya dari beasiswa Program Indonesia Pintar (PIP).
Seharusnya PIP ini langsung siswa kurang mampu terima yang memegang KIP (kartu indonesia pintar). Namun dana itu tersangka (IWS) cairkan, dengan cara meminta siswa dan siswi menandatangani surat kuasa secara kolektif.
“Anak di bawah 17 tahun tidak memiliki kemampuan penuh untuk menandatangani surat pernyataan yang mengikat secara hukum. Setelah dana PIP itu tersangka cairkan, untuk pembayaran SPP siswa tanpa melalui rapat komite dengan rekening penampung yang tersangka kelola sendiri.
Serta penggunaan dana PIP itu tidak dapat di pertanggungjawabkan. Padahal beasiswa PIP ini juga sangat siswa kurang mampu perlukan, seperti untuk membeli seragam sekolah atau buku. Namun justru kepala sekolah mencairkan,” ungkapnya.
Tersangka juga tidak pernah mengadakan rapat komite, untuk membahas pertanggungjawaban penggunaan dana komite yang ia kelola sendiri sejak tahun 2020-2022.
Tersangka juga menyusun sendiri Rancangan Anggaran Belanja (RAB) beberapa kegiatan fisik dari tahun 2020-2022 yang berumber dari dana komite.
Tersangka langsung menunjuk sendiri pihak penyedia, dan dalam pekerjaan fisik tersebut.“Ada juga renovasi ruangan kepsek dan ruang praktik siswa, serta pos jaga di luar lingkungan sekolah dengan dana siswa bantuan pusat yang tidak dapat di pertanggungjawabkan,” jelas Lapatawe.
Lapatawe B Hamka menambahkan, atas arahan Pemprov Bali, arahannya seluruh rekening menjadi 1 rekening giro. Lalu penutupan rekening sisa beasiswa PIP sebesar Rp 116.170.000 pada rekening penampung PIP. Lalu transfer ke rekening dana komite, sehingga dana komite menjadi Rp 130.965.000.
“Pada bulan Juli 2021, tersangka meminta dana tersebut kepada bendahara komite dengan alasan pembayaran gaji honor guru dan tenaga kependidikan. Namun faktaranya gaji/honor tersebut, telah melalui dana BOS (biaya operasional sekolah), sebagaimana buku KAS umum bulan Juli 2021,” ungkapnya.
Sehingga sampai saat ini dana komite sebesar Rp 130.965.000 yang tersangka kuasai, tidak dapat di pertanggungjawabkan. Penyelewengan lainnya, pada akhir tahun 2021-2022 terdapat sisa dana komite sebesar Rp 349.797.616 di rekening giro SMKN 1 Klungkung.
Tersangka lalu memerintahkan pembantu bendahara komite, membuat rekening atas nama pribadi untuk menampung uang tersebut. Alasannya untuk mempermudah pengelolaan dana komite.
Dalam pengelolaan sisa dana komite itu, realisasinya untuk penataan areal sekolah. Namun semua tukang dari tersangka yang mengerjakan, tanpa melibatkan pihak sekolah atau komite. Khususnya terkait penganggaran dan pertanggungjawaban.
Pembayaran dan pekerjaan langsung ke rekening tukang, tanpa Surat Pertanggungjawaban (SPj). Atas sisa uang tersebut sekitar Rp 51.000.000 kembali ke rekening giro tanpa melalui rapat komite sekolah.
Tersangka meminta bendahara mentransfer dana dari rekening giro ke rekening pribadi pembantu bendahara. Lalu tersangka cairkan untuk pembayaran kegiatan yang tersangka kelola dan tidak dapat di pertanggungjawabkan.
“Hal lain temuan kami dari kasus ini, tersangka menahan ijazah siswa sebanyak 293 siswa yang tidak bayar uang komite. Ini sangat bertentangan dengan peraturan Permendikbud No.75 tahun 2016,” tegasnya.
Dari serangkaian perbuatan yang tersangka lakukan, menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1.174.149.923,81. Jumlah ini berdasarkan audit kerugian negara yang BPKP Provinsi Bali lakukan.
“Tersangka resmi penahanan selama 20 hari, mulai Rabu, 30 April hingga 19 Mei 2025,” ungkap Lapatawe.
Tersangka terjerat pasal berlapis, yakni Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18, atau Pasal 3 jo Pasal 18, atau Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. “Ancaman hukuman paling ringan 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara,” ujar Lapatawe B Hamka. (BP/OKA)