Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

EsaiSastra

Literasi di Sydney dan Melbourne Australia

Oleh: Lily Multatuliana

The Writer’s Walk 

Di sepanjang jalan Circular Quay di jalan antara Sydney Opera House, gedung pertunjukan kesenian dengan bangunan yang unik dan menarik, dan Sydney Harbour Bridge, saya temui “The Writer’s Walk”. 

Sepanjang jalan The Writer’s Walk menampilkan beberapa plakat perunggu berbentuk bulat yang bertuliskan nama sastrawan Australia dan sastrawan terkenal di dunia yang pernah menerima Literary Award atau hadiah Nobel Sastra dan pernah mengunjungi atau tinggal di Australia. 

Selain nama sastrawan tertulis di plakat itu, juga dituliskan biografi singkat dan karyanya yang terkenal. Mungkin ada kesamaan seperti di “Hollywood Walk of Fame”. Bedanya di Hollywood, di plakat tertera nama bintang popular, artis dan penyanyi terkenal dunia dan plakatnya berbentuk bintang. 

Nama sastrawan di “The Writer’s Walk” itu diantaranya Umberto Eco (1932-2016) seorang filsuf dan novelis dari Italia dengan karyanya yang terkenal The Name of the Rose, dia juga terkenal dengan tulisan esainya. Rudyard Kipling yang nama lengkapnya Joseph Rudyard Kipling, seorang novelist, penulis cerpen, penyair, dan wartawan yang lahir di Mumbai India (1865) yang kala itu India dibawah kolonial Inggris, salah satu karyanya yang paling terkenal adalah the Jungle Book. Dia pindah ke London dan meninggal pada tahun 1936 di London, United Kingdom. 

Mark Twain nama pena dari Samuel Langhorne Clemens (1835-1910), penulis dari Amerika, karyanya yang sangat terkenal The Adventures of Tom Sawyer (1876) dan Adventures of Huckleberry Finn (1884), dia oleh William Faulkner (sastrawan terkenal di Amerika) disebut “The father of American literature”—Bapak Sastra Amerika–. Arthur Conan Doyle dikenal juga dengan Sir Arthur Ignatius Conan Doyle (1859-1930) seorang penulis yang prolific dari British/Inggris, dia menciptakan karakter Sherlock Holmes dan Dr. Watson. 

Penulis Australia Judith Arundell Wright (1915-2000), penyair yang perduli dengan hak kaum Aborigin, dia pernah menerima Christopher Brennan Award, penghargaan yang sebelumnya dikenal sebagai Hadiah Robert Frost yaitu penghargaan dari pemerintah Australia yang diberikan untuk penyair atas pencapaian seumur hidup (lifetime achievement) dalam kepenyairan. Penghargaan Robert Frost diberikan sejak tahun 1973, diberikan dalam bentuk plakat perunggu yang diberikan kepada seorang penyair yang menghasilkan karya berkelanjutan dan berkualitas. Dan masih banyak nama-nama sastrawan lainnya dari berbagai negara.

Quote Pramoedya Ananta Toer di State Library Victoria Melbourne

Sastrawan Indonesia yang produktif dalam sejarah sastra Indonesia, Pramoedya Ananta Toer (1925-2006) tidak tertera namanya di The Writer’s Walk di Sydney, mungkin karena  tidak pernah mengunjungi Australia, padahal dia banyak mendapat penghargaan (award) dari berbagai negara diantaranya dari Amerika, Belanda, Filipina, Perancis, Jepang, Chili, dan dia pernah dinominasikan untuk mendapatkan hadiah Nobel Sastra, buku karyanya banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia. 

Namun saya menemukan nama Pramoedya Ananta Toer,  beserta kutipannya (quote) dalam bahasa Inggris: “A person cannot contribute to humanity without knowledge. Only a person who with a free soul, a person who has no use for fear, can contribute to this world’s betterment” terpampang dengan tulisan yang besar di dinding ruang baca State Library Victoria di Melbourne, ketika saya mengunjungi perpustakaan yang didirikan tahun 1854, yang masih terawat dengan apik dan terlihat megah. Sangat bangga rasanya, nama sastrawan Indonesia, yang saya kagumi karya-karyanya, namanya terukir di perpustakaan megah di Negara Maju.

Patung Jeanne d’ Arc di State Library Victoria Melbourne 

Perpustakaan yang lokasinya tidak jauh dari central business district (CBD) dengan pilar-pilar yang berdiri gagah, di depan pintu masuk  berdiri dengan megah patung Jeanne d’ Arc (1412-1431) menunggang kuda, pahlawan Prancis yang membangkitkan semangat pasukan Charles VII untuk merebut kembali bekas wilayah kekuasaan yang dikuasai Inggris pada masa Perang Seratus Tahun. Jeane adalah tokoh penting dalam sejarah atau budaya barat. Banyak seniman membuat karya tentang dirinya diantaranya Rosanna Eleanor Lephoron dengan Puisi berjudul: Charles VII and Joan of Arc at Rheims. Shakespeare menulis bahwa Jeanne d’Arc akan menjadi orang kudus Prancis.  Terasa nyaman memasuki ruang baca yang di tata menarik dan artistik. Nampak di ruang baca  pengunjung  tertib tengah menekuni buku. 

Koleksi perpustakaan yang memiliki beberapa  lantai ini tidak hanya buku-buku saja tetapi foto-foto, manuscripts, peta, koran dan patung-patung dan karya seni yang menarik.     Hampir seharian saya menghabiskan waktu di sini untuk mengamati koleksi buku-buku. Kebetulan pada saat saya berkunjung yang kedua kalinya sedang diadakan pameran sejarah perbukuan dari seluruh dunia. Benda-benda yang dipamerkan bukan hanya buku tapi ada lukisan yang berumur ratusan tahun dan terawat dengan rapi. Ada foto-foto penulis terkenal di dunia, serta keunikan literasi di berbagai negara, seperti buku terkecil di dunia.  William Shakespeare dalam lukisan yang menarik dan menyolok  dll.  Secara keseluruhan menambah gizi untuk minda.

Saya amati negara hadir dalam memperkenalkan sastrawan Australia dan sastrawan dunia serta meningkatkan pengetahuan literasi masyarakat.  Agar masyarakat mencintai dunia sastra dan literasi. 

Little Library di Shopping Mall di Melbourne

Saat kami, saya dan putri saya, di Melbourne, kota yang pernah meraih predikat sebagai kota paling layak huni di dunia (most livable city) dan penduduknya tidak sepadat di Sydney, kami menyewa apartemen untuk menginap beberapa hari, di A’Beckett Tower di A’Becket Street. Satu unit apartemen yang lengkap ada dapur, ruang makan, kamar tidur, dan ruang santai, Kami masak sendiri hidangan yang simple saja walau kadang makan di luar juga, apalagi jika terjumpa restoran Indonesia (jauh-jauh tetap menikmati masakan  Indonesia).

Ketika akan ke supermarket di mall, untuk membeli kebutuhan selama 4hari, terjumpa Little Library di mall, Perpustakaan kecil, self service, layan  sendiri, tak ada pejangga. Hanya di depan ada tulisan besar-besar: Borrow a book return it or bring another book back in its place. (boleh meminjam buku dan kembalikan ketempatnya, atau bawalah buku lain untuk diletakan di tempat ini) Terfikir ingin meletakkan buku karya saya di perpustakaan ini,  Bahasa Indonesia adalah salah satu mata pelajaran bahasa asing yang di ajarkan di sekolah-sekolah atau di Universitas di Melbourne, mungkin bisa berguna buku saya jika diletakkan di sini,  tapi saat itu tak terfikir oleh saya membawa buku ke Shopping Mall

Baca Puisi pada acara Australian Poetry Slam (APS) di City Recital Hall Sydney  

Saat saya tengah berada di Sydney di tahun 2018, awalnya saya  ingin hadir dan mengamati Australian Poetry Slam (APS)  yang diadakan malam hari  di City Recital Hall, gedung konser terletak di pusat kota di Martin Place yang berdekatan dengan kantor Monique, putri saya yang Tengah magang di Sydney. APS adalah program pertunjukan sastra live (pembacaan puisi dengan gaya tertentu/Slam) dan penonton memilih juaranya. APS diselenggarakan oleh Word Travels, sebuah organisasi seni sastra yang berbasis di Sydney.

Rencananya sepulang Monique dari kantor dia akan mengantarkan saya ke City Recital Hall. Kami berjanji untuk berjumpa di lobby kantornya sekitar pukul 5.00 petang, saya tunggu-tunggu Monique belum keluar juga walau waktu sudah menunjukan pukul 05.30, pesan saya melalui Whats App belum dibaca. Membuat saya agak cemas, untunglah tak berapa lama dia keluar dari kantor dan menyatakan sedang ada meeting dan tak sempat melihat hand phone. 

Sebelum masuk The Hall, yang dirancang berdasarkan pada konfigurasi klasik aula konser Eropa abad ke-19, kami mengisi buku tamu, petugas penerima tamu mengajak saya mengobrol dan mempertanyakan apakah saya penulis/penyair dan menawarkan saya untuk membaca puisi. Tentu saja saya tidak menolak, kemudian nama saya didaftarkan untuk menjadi pembaca puisi di acara APS. 

Ada beberapa dari pembaca yang tidak menggunakan Bahasa Inggris tetapi Bahasa Ibu (mother tongue) mereka, karena di Australia pada masa lalu banyak sekali pendatang dari berbagai negara. Karena itu saya memutuskan untuk membaca puisi dengan bahasa Indonesia, sambil memperkenalkan Bahasa persatuan Indonesia. Tetapi karena saya tidak pernah berlatih untuk baca puisi dengan gaya “Slam” yang sering diadakan di banyak daerah di Australia dan dilombakan, saya membaca puisi dengan gaya deklamasi biasa. 

Pada acara tersebut beberapa orang penonton ditunjuk untuk menjadi juri, jadi setelah pembaca puisi selesai membacakan puisinya, beberapa  penonton yang ditunjuk menjadi juri menilai pembacaan si deklamator Slam di kertas besar dan diperlihatkan pada hadirin. Dan panitia mencatat dan menjumlahkan nilai dari beberapa penonton untuk menentukan pemenang nantinya.  Ternyata pembacaan saya dinilai, walau angkanya bervariasi,  tidak tinggi tapi juga tidak terlalu rendah. Dan tidak menang.

Pemenang dari setiap daerah akan dilombakan lagi pada babak penyisihan atau final bertempat di Gedung Kesenian bergengsi di Australia, Sydney Opera House. Gedung yang terkenal di seluruh dunia dengan arsitektur yang unik dengan bentuk cangkang kerang dan menjadi destinasi kunjungan para wisatawan seluruh dunia. 

 

BIODATA

Lily Multatuliana adalah penulis, penerjemah, dosen (pensiun). Menulis puisi dan esai atau catatan perjalanan yang berkaitan dengan sastra dan budaya. Lily penerjemah resmi Belgian Publishing House yang menerbitkan majalah digital Point Editions (Poetry International) berkedudukan di Spanyol. Penerima anugerah SRIKANDI Award (2018) dari NUMERA Malaysia; PERRUAS Award (2020) dari  PERRUAS Indonesia; Poet of International Merit (2022) from Bangladesh Writers’ Club Bangladesh. Buku karyanya,  esai: “Sastra Melayu & Sastra Indonesia: Antara Mata dan Kalbu” ( KKK 2018) dan Kumpulan Puisi “Jelajah Kembara” (PERRUAS 2022). Kumpulan Puisi Terjemahan: “Puisi tanpa Sempadan” (Taresia 2023). “The Dream Shoes” (terjemahan dari buku Sepatu Mimpi karya Samsudin Said, penyair Singapura, buku terbit di Singapura 2023). 

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!