Ilustrasi spa – Bisnis esek-esek di Bali berhasil terbongkar, 2 bisnis lendir berkedok spa akhirnya terkuak oleh polisi.
BADUNG, Balipolitika.com – 2 bisnis lendir berhasil terungkap di Bali, Polda Bali menggerebek bisnis besar prostitusi berkedok spa dengan 11 orang tersangka.
Siapa sangka, bisnis lendir ini bisa meraup omzet atau keuntungan hingga miliaran rupiah. 2 bisnis lendir yang terungkap oleh Polda Bali, adalah Pink Palace Spa dan Flame Spa.
Kedua bisnis spa ini memiliki managemen berbeda, dan lokasinya pun berbeda. Namun saat ini operasionalnya sudah closed sejak terungkap sebagai bisnis prostitusi berkedok spa.
11 orang tersangka itu terbagi menjadi 2, Polda Bali menetapkan 6 tersangka Pink Palace Spa. Di mana 2 orang telah mendapat penahanan, yaitu pasangan suami istri asal Australia.
Yakni seorang perempuan inisial LJLG usia 44 tahun, dan pria inisial MJLG usia 50 tahun. Selain itu, ada pria usia 31 tahun inisial WS sebagai direktur.
Lalu perempuan inisial NMWS usia 34 tahun sebagai general manager. Kemudian 2 resepsionis perempuan inisial WW usia 29 tahun dan IGNJ usia 33 tahun.
Sementara tersangka di Flame Spa, sebanyak 5 orang di antaranya perempuan SAN usia 38 tahun, yang merupakan salah satu pemilik dan komisaris bahkan juga seorang selebgram.
Lalu perempuan inisial MPS usia 38 tahun, sebagai direktur. AC juga perempuan usia 37 tahun sebagai marketing. RAB perempuan 30 tahun sebagai resepsionis. WHS usia 20 tahun perempuan juga resepsionis.
Pengungkapan kasus bisnis lendir ini, oleh Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bali, AKBP I Ketut Suarnaya, SH, SIK dalam press rilis di halaman Dirkrimum Polda Bali, Denpasar, Bali, pada Jumat 11 Oktober 2024,
“Kasus ini berawal dari informasi masyarakat ada kegiatan kategori prostitusi yang dibalut dengan pijat spa, ada 2 TKP berbeda dan waktu berbeda, pertama Flame Spa Seminyak itu kejadian 2 September 2024 lalu TKP kedua Pink Palace Spa itu kejadian 11 September 2024,” sebut Wadirreskrimum.
Lanjutnya, modus operandi pelaku usaha prostitusi berkedok spa ini adalah menawarkan pijat dengan berbagai sensasi, hingga pelanggan orgasme bahkan hingga melakukan hubungan badan dengan tarif bervariasi.
“Di Flame Spa dari Rp 1 juta sampai dengan Rp 1,9 juta, di Pink Palace Spa Rp 1 juta – Rp 2,5 juta tergantung dari treatmentnya,” ujarnya.
Uniknya, tamu sebelum masuk maka oleh pihak spa akan memperlihatkan terlebih dahulu terapis yang hendak mengambilnya. Tak main-main, terapis itu sudah pakai pakaian seksi dan berada di sebuah showing room untuk kemudian tamu memilihnya.
Selanjutnya resepsionis mengantarkan tamu ke kamar yang telah tersedia. Setelah berada di dalam satu kamar, terapis melakukan pijat tradisional sensasi, dengan mempertontonkan seksualitas hingga pengunjung dengan terapis melakukan hubungan badan.
Sedangkan untuk Flame Spa terapis melakukan pijat tradisioanal sensasi, juga mempertontonkan seksualitas, kontak body to body telanjang bulat, dan melakukan teknik hingga tamu orgasme tanpa berhubungan badan.
Untuk pelanggannya bervariasi, ada dari WNA dan warga lokal, meski dominan tamu asing.
“Kalau izin usahanya pijat tradisional tapi membuka spa di dalamnya modus prostitusi, Pink Palace Spa sampai dengan berhubungan badan, kalau di Flame Spa jasa sampai orgasme,” bebernya.
Yang mencengangkan, omzet dari bisnis gelap ini, untuk Flame Spa per hari berkisar Rp 180-200 juta dan Pink Palace Spa per bulan bisa mencapai Rp 1 – 3 miliar.
Adapun pasal yang di sangkakan adalah Undang-undang Pornografi atau Mucikari dengan ancaman hukuman paling lama 12 tahun.
Untuk kasus Pink Palace Spa yakni Pasal 76 I Jo Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (dengan ancaman hukuman 10 tahun).
Dan atau Pasal 29 dan atau Pasal 30 Jo Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (dengan ancaman hukuman paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun) dan atau pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP (dengan ancaman hukuman 1 tahun 4 bulan) Jo pasal 55 KUHP.
Dan untuk kasus Flame Spa Pasal 29 dan atau Pasal 30 Jo Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (dengan ancaman hukuman paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun) dan atau pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP (dengan ancaman hukuman 1 tahun 4 bulan) Jo pasal 55 KUHP.
“Kalau di Pink Palace Spa, ada tambahan karena melibatkan anak di bawah umur 17 tahun, baru satu, nanti ada pengembangan. Jadi ada UU perlindungan anak, UU 44/2008, ancaman juga maksimal 12 tahun,” tuturnya.
Sementara itu, untuk para terapis yang jumlahnya ada puluhan, kata Wadirreskrimum, tidak jadi tersangka dan tidak bisa kena pasal karena sebagaimana undang-undang, terapis hanya sebagai alat menghasilkan suatu profit.
Sedangkan para tersangka ini, selain pemilik, juga mereka yang turut memasarkan dan menawarkan paket pijat sensasi dengan menggunakan apliksi internet, melalui media sosial Instagram, Facebook dan brosur terkait treatment pijat hingga dengan mobil box.
Mengenai keterlibatan WNA, dalam kasus Flame Spa, hal itu masih di dalami oleh penyidik dan tidak menutup kemungkinan jika terdapat keterkaitan bisa saja terseret dalam kasus ini.
“Kalau berkesesuaian kami tidak segan-segan,” tandasnya.”Kalau yang jadi tersangka ini mereka yang turut memasarkan, menerima, mengetahui hasilnya apa,” imbuhnya.
Dari kasus ini, juga di amankan berbagai macam barang bukti dari uang tunai, berbagai peralatan, pakaian lingeri hingga alat kontrasepsi yang sudah terpakai maupun tidak terpakai serta 3 unit mobil box yang sebagai sarana promosi keliling dari Pink Palace Spa. (BP/OKA)